Senin, 26 September 2011

Sabar = Subur

Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba. Dengan kesabaran itulah seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsisten menjalankan ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.” (Al Fawa’id, hal. 95)
Pengertian Sabar
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah….” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Macam-Macam Sabar
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar itu terbagi menjadi tiga macam:
  1. Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
  2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah
  3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Sebab Meraih Kemuliaan
Di dalam Taisir Lathifil Mannaan Syaikh As Sa’di rahimahullah menyebutkan sebab-sebab untuk menggapai berbagai cita-cita yang tinggi. Beliau menyebutkan bahwa sebab terbesar untuk bisa meraih itu semua adalah iman dan amal shalih.
Di samping itu, ada sebab-sebab lain yang merupakan bagian dari kedua perkara ini. Di antaranya adalah kesabaran. Sabar adalah sebab untuk bisa mendapatkan berbagai kebaikan dan menolak berbagai keburukan. Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah ta’ala, “Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS. Al Baqarah [2]: 45).
Yaitu mintalah pertolongan kepada Allah dengan bekal sabar dan shalat dalam menangani semua urusan kalian. Begitu pula sabar menjadi sebab hamba bisa meraih kenikmatan abadi yaitu surga. Allah ta’ala berfirman kepada penduduk surga, “Keselamatan atas kalian berkat kesabaran kalian.” (QS. Ar Ra’d [13] : 24).
Allah juga berfirman, “Mereka itulah orang-orang yang dibalas dengan kedudukan-kedudukan tinggi (di surga) dengan sebab kesabaran mereka.” (QS. Al Furqaan [25] : 75).
Selain itu Allah pun menjadikan sabar dan yakin sebagai sebab untuk mencapai kedudukan tertinggi yaitu kepemimpinan dalam hal agama. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala, “Dan Kami menjadikan di antara mereka (Bani Isra’il) para pemimpin yang memberikan petunjuk dengan titah Kami, karena mereka mau bersabar dan meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah [32]: 24) (Lihat Taisir Lathifil Mannaan, hal. 375)
Sabar Dalam Ketaatan
Sabar Dalam Menuntut Ilmu
Syaikh Nu’man mengatakan, “Betapa banyak gangguan yang harus dihadapi oleh seseorang yang berusaha menuntut ilmu. Maka dia harus bersabar untuk menahan rasa lapar, kekurangan harta, jauh dari keluarga dan tanah airnya. Sehingga dia harus bersabar dalam upaya menimba ilmu dengan cara menghadiri pengajian-pengajian, mencatat dan memperhatikan penjelasan serta mengulang-ulang pelajaran dan lain sebagainya.
Semoga Allah merahmati Yahya bin Abi Katsir yang pernah mengatakan, “Ilmu itu tidak akan didapatkan dengan banyak mengistirahatkan badan”, sebagaimana tercantum dalam shahih Imam Muslim. Terkadang seseorang harus menerima gangguan dari orang-orang yang terdekat darinya, apalagi orang lain yang hubungannya jauh darinya, hanya karena kegiatannya menuntut ilmu. Tidak ada yang bisa bertahan kecuali orang-orang yang mendapatkan anugerah ketegaran dari Allah.” (Taisirul wushul, hal. 12-13)
Sabar Dalam Mengamalkan Ilmu
Syaikh Nu’man mengatakan, “Dan orang yang ingin beramal dengan ilmunya juga harus bersabar dalam menghadapi gangguan yang ada di hadapannya. Apabila dia melaksanakan ibadah kepada Allah menuruti syari’at yang diajarkan Rasulullah niscaya akan ada ahlul bida’ wal ahwaa’ yang menghalangi di hadapannya, demikian pula orang-orang bodoh yang tidak kenal agama kecuali ajaran warisan nenek moyang mereka.
Sehingga gangguan berupa ucapan harus diterimanya, dan terkadang berbentuk gangguan fisik, bahkan terkadang dengan kedua-keduanya. Dan kita sekarang ini berada di zaman di mana orang yang berpegang teguh dengan agamanya seperti orang yang sedang menggenggam bara api, maka cukuplah Allah sebagai penolong bagi kita, Dialah sebaik-baik penolong” (Taisirul wushul, hal. 13)
Sabar Dalam Berdakwah
Syaikh Nu’man mengatakan, “Begitu pula orang yang berdakwah mengajak kepada agama Allah harus bersabar menghadapi gangguan yang timbul karena sebab dakwahnya, karena di saat itu dia tengah menempati posisi sebagaimana para Rasul. Waraqah bin Naufal mengatakan kepada Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah ada seorang pun yang datang dengan membawa ajaran sebagaimana yang kamu bawa melainkan pasti akan disakiti orang.”
Sehingga jika dia mengajak kepada tauhid didapatinya para da’i pengajak kesyirikan tegak di hadapannya, begitu pula para pengikut dan orang-orang yang mengenyangkan perut mereka dengan cara itu. Sedangkan apabila dia mengajak kepada ajaran As Sunnah maka akan ditemuinya para pembela bid’ah dan hawa nafsu. Begitu pula jika dia memerangi kemaksiatan dan berbagai kemungkaran niscaya akan ditemuinya para pemuja syahwat, kefasikan dan dosa besar serta orang-orang yang turut bergabung dengan kelompok mereka.
Mereka semua akan berusaha menghalang-halangi dakwahnya karena dia telah menghalangi mereka dari kesyirikan, bid’ah dan kemaksiatan yang selama ini mereka tekuni.” (Taisirul wushul, hal. 13-14)
Sabar dan Kemenangan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Allah ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya, “Dan sungguh telah didustakan para Rasul sebelummu, maka mereka pun bersabar menghadapi pendustaan terhadap mereka dan mereka juga disakiti sampai tibalah pertolongan Kami.” (QS. Al An’aam [6]: 34).
Semakin besar gangguan yang diterima niscaya semakin dekat pula datangnya kemenangan. Dan bukanlah pertolongan/kemenangan itu terbatas hanya pada saat seseorang (da’i) masih hidup saja sehingga dia bisa menyaksikan buah dakwahnya terwujud. Akan tetapi yang dimaksud pertolongan itu terkadang muncul di saat sesudah kematiannya. Yaitu ketika Allah menundukkan hati-hati umat manusia sehingga menerima dakwahnya serta berpegang teguh dengannya. Sesungguhnya hal itu termasuk pertolongan yang didapatkan oleh da’i ini meskipun dia sudah mati.
Maka wajib bagi para da’i untuk bersabar dalam melancarkan dakwahnya dan tetap konsisten dalam menjalankannya. Hendaknya dia bersabar dalam menjalani agama Allah yang sedang didakwahkannya dan juga hendaknya dia bersabar dalam menghadapi rintangan dan gangguan yang menghalangi dakwahnya. Lihatlah para Rasul shalawatullaahi wa salaamuhu ‘alaihim. Mereka juga disakiti dengan ucapan dan perbuatan sekaligus.
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Demikianlah, tidaklah ada seorang Rasul pun yang datang sebelum mereka melainkan mereka (kaumnya) mengatakan, ‘Dia adalah tukang sihir atau orang gila’.” (QS. Adz Dzariyaat [51]: 52). Begitu juga Allah ‘azza wa jalla berfirman, “Dan demikianlah Kami menjadikan bagi setiap Nabi ada musuh yang berasal dari kalangan orang-orang pendosa.” (QS. Al Furqaan [25]: 31). Namun, hendaknya para da’i tabah dan bersabar dalam menghadapi itu semua…” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)
Sabar di atas Islam
Ingatlah bagaimana kisah Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu yang tetap berpegang teguh dengan Islam meskipun harus merasakan siksaan ditindih batu besar oleh majikannya di atas padang pasir yang panas (Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 122). Ingatlah bagaimana siksaan tidak berperikemanusiaan yang dialami oleh Ammar bin Yasir dan keluarganya. Ibunya Sumayyah disiksa dengan cara yang sangat keji sehingga mati sebagai muslimah pertama yang syahid di jalan Allah. (Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 122-123)
Lihatlah keteguhan Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu yang dipaksa oleh ibunya untuk meninggalkan Islam sampai-sampai ibunya bersumpah mogok makan dan minum bahkan tidak mau mengajaknya bicara sampai mati. Namun dengan tegas Sa’ad bin Abi Waqqash mengatakan, “Wahai Ibu, demi Allah, andaikata ibu memiliki seratus nyawa kemudian satu persatu keluar, sedetikpun ananda tidak akan meninggalkan agama ini…” (Lihat Tegar di Jalan Kebenaran, hal. 133) Inilah akidah, inilah kekuatan iman, yang sanggup bertahan dan kokoh menjulang walaupun diterpa oleh berbagai badai dan topan kehidupan.
Saudaraku, ketahuilah sesungguhnya cobaan yang menimpa kita pada hari ini, baik yang berupa kehilangan harta, kehilangan jiwa dari saudara yang tercinta, kehilangan tempat tinggal atau kekurangan bahan makanan, itu semua jauh lebih ringan daripada cobaan yang dialami oleh salafush shalih dan para ulama pembela dakwah tauhid di masa silam.
Mereka disakiti, diperangi, didustakan, dituduh yang bukan-bukan, bahkan ada juga yang dikucilkan. Ada yang tertimpa kemiskinan harta, bahkan ada juga yang sampai meninggal di dalam penjara, namun sama sekali itu semua tidaklah menggoyahkan pilar keimanan mereka.
Ingatlah firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan sebagai seorang muslim.” (QS. Ali ‘Imran [3] : 102).
Ingatlah juga janji Allah yang artinya, “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya akan Allah berikan jalan keluar dan Allah akan berikan rezeki kepadanya dari jalan yang tidak disangka-sangka.” (QS. Ath Thalaq [65] : 2-3).
Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya datangnya kemenangan itu bersama dengan kesabaran. Bersama kesempitan pasti akan ada jalan keluar. Bersama kesusahan pasti akan ada kemudahan.” (HR. Abdu bin Humaid di dalam Musnadnya [636] (Lihat Durrah Salafiyah, hal. 148) dan Al Haakim dalam Mustadrak ‘ala Shahihain, III/624). (Syarh Arba’in Ibnu ‘Utsaimin, hal. 200)
Sabar Menjauhi Maksiat
Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, “Bersabar menahan diri dari kemaksiatan kepada Allah, sehingga dia berusaha menjauhi kemaksiatan, karena bahaya dunia, alam kubur dan akhirat siap menimpanya apabila dia melakukannya. Dan tidaklah umat-umat terdahulu binasa kecuali karena disebabkan kemaksiatan mereka, sebagaimana hal itu dikabarkan oleh Allah ‘azza wa jalla di dalam muhkam al-Qur’an.
Di antara mereka ada yang ditenggelamkan oleh Allah ke dalam lautan, ada pula yang binasa karena disambar petir, ada pula yang dimusnahkan dengan suara yang mengguntur, dan ada juga di antara mereka yang dibenamkan oleh Allah ke dalam perut bumi, dan ada juga di antara mereka yang di rubah bentuk fisiknya (dikutuk).”
Pentahqiq kitab tersebut memberikan catatan, “Syaikh memberikan isyarat terhadap sebuah ayat, “Maka masing-masing (mereka itu) kami siksa disebabkan dosanya, Maka di antara mereka ada yang kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (QS. Al ‘Ankabuut [29] : 40).
“Bukankah itu semua terjadi hanya karena satu sebab saja yaitu maksiat kepada Allah tabaaraka wa ta’ala. Karena hak Allah adalah untuk ditaati tidak boleh didurhakai, maka kemaksiatan kepada Allah merupakan kejahatan yang sangat mungkar yang akan menimbulkan kemurkaan, kemarahan serta mengakibatkan turunnya siksa-Nya yang sangat pedih. Jadi, salah satu macam kesabaran adalah bersabar untuk menahan diri dari perbuatan maksiat kepada Allah. Janganlah mendekatinya.
Dan apabila seseorang sudah terlanjur terjatuh di dalamnya hendaklah dia segera bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya, meminta ampunan dan menyesalinya di hadapan Allah. Dan hendaknya dia mengikuti kejelekan-kejelekannya dengan berbuat kebaikan-kebaikan. Sebagaimana difirmankan Allah ‘azza wa jalla, “Sesungguhnya kebaikan-kebaikan akan menghapuskan kejelekan-kejelekan.” (QS. Huud [11] : 114). Dan juga sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dan ikutilah kejelekan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapuskannya.” (HR. Ahmad, dll, dihasankan Al Albani dalam Misykatul Mashaabih 5043)…” (Thariqul wushul, hal. 15-17)
Sabar Menerima Takdir
Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, “Macam ketiga dari macam-macam kesabaran adalah Bersabar dalam menghadapi takdir dan keputusan Allah serta hukum-Nya yang terjadi pada hamba-hamba-Nya. Karena tidak ada satu gerakan pun di alam raya ini, begitu pula tidak ada suatu kejadian atau urusan melainkan Allah lah yang mentakdirkannya. Maka bersabar itu harus. Bersabar menghadapi berbagai musibah yang menimpa diri, baik yang terkait dengan nyawa, anak, harta dan lain sebagainya yang merupakan takdir yang berjalan menurut ketentuan Allah di alam semesta…” (Thariqul wushul, hal. 15-17)
Sabar dan Tauhid
Syaikh Al Imam Al Mujaddid Al Mushlih Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu ta’ala membuat sebuah bab di dalam Kitab Tauhid beliau yang berjudul, “Bab Minal iman billah, ash-shabru ‘ala aqdarillah” (Bab Bersabar dalam menghadapi takdir Allah termasuk cabang keimanan kepada Allah)
Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Alusy Syaikh hafizhahullahu ta’ala mengatakan dalam penjelasannya tentang bab yang sangat berfaedah ini, “Sabar tergolong perkara yang menempati kedudukan agung (di dalam agama). Ia termasuk salah satu bagian ibadah yang sangat mulia. Ia menempati relung-relung hati, gerak-gerik lisan dan tindakan anggota badan. Sedangkan hakikat penghambaan yang sejati tidak akan terealisasi tanpa kesabaran.
Hal ini dikarenakan ibadah merupakan perintah syari’at (untuk mengerjakan sesuatu), atau berupa larangan syari’at (untuk tidak mengerjakan sesuatu), atau bisa juga berupa ujian dalam bentuk musibah yang ditimpakan Allah kepada seorang hamba supaya dia mau bersabar ketika menghadapinya.
Hakikat penghambaan adalah tunduk melaksanakan perintah syari’at serta menjauhi larangan syari’at dan bersabar menghadapi musibah-musibah. Musibah yang dijadikan sebagai batu ujian oleh Allah jalla wa ‘ala untuk menempa hamba-hamba-Nya. Dengan demikian ujian itu bisa melalui sarana ajaran agama dan melalui sarana keputusan takdir.
Adapun ujian dengan dibebani ajaran-ajaran agama adalah sebagaimana tercermin dalam firman Allah jalla wa ‘ala kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam sebuah hadits qudsi riwayat Muslim dari ‘Iyaadh bin Hamaar. Dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda “Allah ta’ala berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengutusmu dalam rangka menguji dirimu. Dan Aku menguji (manusia) dengan dirimu’.”
Maka hakikat pengutusan Nabi ‘alaihish shalaatu was salaam adalah menjadi ujian. Sedangkan adanya ujian jelas membutuhkan sikap sabar dalam menghadapinya. Ujian yang ada dengan diutusnya beliau sebagai rasul ialah dengan bentuk perintah dan larangan.
Untuk melaksanakan berbagai kewajiban tentu saja dibutuhkan bekal kesabaran. Untuk meninggalkan berbagai larangan dibutuhkan bekal kesabaran. Begitu pula saat menghadapi keputusan takdir kauni (yang menyakitkan) tentu juga diperlukan bekal kesabaran. Oleh sebab itulah sebagian ulama mengatakan, “Sesungguhnya sabar terbagi tiga; sabar dalam berbuat taat, sabar dalam menahan diri dari maksiat dan sabar tatkala menerima takdir Allah yang terasa menyakitkan.”
Karena amat sedikitnya dijumpai orang yang sanggup bersabar tatkala tertimpa musibah maka Syaikh pun membuat sebuah bab tersendiri, semoga Allah merahmati beliau. Hal itu beliau lakukan dalam rangka menjelaskan bahwasanya sabar termasuk bagian dari kesempurnaan tauhid. Sabar termasuk kewajiban yang harus ditunaikan oleh hamba, sehingga ia pun bersabar menanggung ketentuan takdir Allah.
Ungkapan rasa marah dan tak mau sabar itulah yang banyak muncul dalam diri orang-orang tatkala mereka mendapatkan ujian berupa ditimpakannya musibah. Dengan alasan itulah beliau membuat bab ini, untuk menerangkan bahwa sabar adalah hal yang wajib dilakukan tatkala tertimpa takdir yang terasa menyakitkan. Dengan hal itu beliau juga ingin memberikan penegasan bahwa bersabar dalam rangka menjalankan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan hukumnya juga wajib.
Secara bahasa sabar artinya tertahan. Orang Arab mengatakan, “Qutila fulan shabran” (artinya si polan dibunuh dalam keadaan “shabr”) yaitu tatkala dia berada dalam tahanan atau sedang diikat lalu dibunuh, tanpa ada perlawanan atau peperangan. Dan demikianlah inti makna kesabaran yang dipakai dalam pengertian syar’i.
Ia disebut sebagai sabar karena di dalamnya terkandung penahanan lisan untuk tidak berkeluh kesah, menahan hati untuk tidak merasa marah dan menahan anggota badan untuk tidak mengekspresikan kemarahan dalam bentuk menampar-nampar pipi, merobek-robek kain dan semacamnya. Maka menurut istilah syari’at sabar artinya: Menahan lisan dari mengeluh, menahan hati dari marah dan menahan anggota badan dari menampakkan kemarahan dengan cara merobek-robek sesuatu dan tindakan lain semacamnya.
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Di dalam al-Qur’an kata sabar disebutkan dalam 90 tempat lebih. Sabar adalah bagian iman, sebagaimana kedudukan kepala bagi jasad. Sebab orang yang tidak punya kesabaran dalam menjalankan ketaatan, tidak punya kesabaran untuk menjauhi maksiat serta tidak sabar tatkala tertimpa takdir yang menyakitkan maka dia kehilangan banyak sekali bagian keimanan”
Perkataan beliau “Bab Minal imaan, ash shabru ‘ala aqdaarillah” artinya: salah satu ciri karakteristik iman kepada Allah adalah bersabar tatkala menghadapi takdir-takdir Allah. Keimanan itu mempunyai cabang-cabang. Sebagaimana kekufuran juga bercabang-cabang.
Maka dengan perkataan “Minal imaan ash shabru” beliau ingin memberikan penegasan bahwa sabar termasuk salah satu cabang keimanan. Beliau juga memberikan penegasan melalui sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yang menunjukkan bahwa niyaahah (meratapi mayit) itu juga termasuk salah satu cabang kekufuran. Sehingga setiap cabang kekafiran itu harus dihadapi dengan cabang keimanan. Meratapi mayit adalah sebuah cabang kekafiran maka dia harus dihadapi dengan sebuah cabang keimanan yaitu bersabar terhadap takdir Allah yang terasa menyakitkan” (At Tamhiid, hal.389-391)
-bersambung insya Allah-
***
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

Dahsyatnya Memaafkan

Kurang lebih enam kilometer arah selatan pusat Kota Bengkulu, ada sebuah danau yang diberi nama unik: Dendam Tak Sudah.
Patut diduga ada hikayat tak elok yang melatar belakangi pemberian nama danau seluas 37,5 hektar ini. Hikayat tentang dendam yang tak berujung.Hikayat yang sungguh bertentangan dengan peradaban Islam.
Dendam muncul karena amarah. Dan, amarah, kata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pada suatu ketika saat menasehati isterinya Aisyah Radhiyallahu Anha, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Nawawi, akan menyebabkan kesesatan dan menimbulkan fitnah.
Namun amarah, sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam Surat Asy Syura [42] ayat 37, bisa diredam dengan memberi maaf.  Tak mudah, memang, tapi harus dilakukan.
Maafkanlah, meski engkau dizalimi. Maafkanlah, meski mereka yang menzalimimu tak memintanya.
Bila maaf itu telah diberikan, maka sesuatu yang dahsyat pasti akan terjadi. Tak akan ada perceraian suami dan isteri, tak akan ada cek-cok antar tetangga, tak akan ada ada tawuran antar kampung, bahkan boleh jadi hikayat tak elok tentang sebuah danau di Propinsi Bengkulu ini tak akan pernah ada. Nama danau Dendam Tak Sudah berganti menjadi Sudah Tak Dendam.
Wallahu a’lam.

Ingin Anak Saleh, Jadilah Orangtua Saleh

Boleh jadi, anak-anak zaman sekarang sama sibuknya dengan orangtua. Bahkan bisa lebih sibuk. Sekolah seharian dari pagi hingga pukul tiga sore. Setelah ashar hingga maghrib, les. Dari maghrib sampai isya’, belajar mengaji. Lalu, usai isya’ hingga jam sembilan malam mengerjakan pekerjaan rumah dan mengulang pelajaran sekolah.
Hasilnya, anak-anak jebolan program seperti itu memang terlihat cerdas dan berwawasan luas. Tetapi jika diperhatikan lebih jeli, mereka terlihat bagai anak yang dewasa terlalu dini.
“Ibarat buah yang matang karena dikarbit, cepat manis tetapi juga cepat busuk serta kurang menunjukkan rasa buah yang sebenarnya,” kata Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari, Direktur Auladi Parenting School, sekaligus master trainer sekolah orangtua, Program Sekolah Pengasuhan Anak (PSPA).
Menurut lelaki yang akrab dipanggil Abah ini, banyak orangtua yang saat ini terjangkit sindrom Ten Minutes Parents Club. Sepuluh menit dalam mendidik dan mengasuh anak. Lima menit di pagi hari yakni orangtua mengatakan kepada anak: mandi, baju, makan, dan sekolah. Sedangkan di sore dan malam hari perintahnya adalah pulang, mandi, makan, PR (belajar), dan tidur.
Namun ketika anak bermasalah, dengan mudahnya orangtua menyalahkan lingkungan dan pergaulan anak sebagai penyebabnya. Jika sudah seperti itu, biasanya anak akan dibatasi secara berlebihan dalam bergaul. Bahkan ada juga yang di kurung.
Pengaruh buruk lingkungan pada anak, kata Abah, terjadi karena orangtua tidak mempunyai pengaruh pada anak-anaknya. “Saat orangtua tidak bisa menjadi tempat curhat, maka lingkunganlah yang menjadi pendengar setianya. Intinya orangtua tidak berfungsi dan berperan sebagai orangtua,” katanya.
Menurutnya, lingkungan memang berpengaruh dalam membentuk karakter anak. Namun, katanya, lingkungan hanya sebagai pelengkap tempat praktek anak menerapkan pendidikan yang diperoleh dari keluarga.
Abah menjelaskan, lingkungan dibuat oleh orangtua. “Mau seperti apa situasi dan kondisinya, tergantung kita (orangtua, -red) bukan sebaliknya,” tuturnya.
Abah mengaku, hal demikian telah ia terapkan dalam mengasuh  keempat buah hatinya. Bersama istrinya, Leila Maysaroh, Abah berusaha selalu menyediakan waktu yang berkualitas bagi keempat anaknya: Salma Alya Ihsan (9 tahun), Syahid Mudzaky Ihsan (7 tahun), Syarifah Nurul Ihsan (4 tahun), dan si bungsuSaveero Attarayan Ihsan (7 bulan).

Maka jangan heran, jika terdengar kisah bahwa Abah pernah membuat seseorang menunggu selama berjam-jam karena bertamu ketika dia sedang mempunyai acara khusus dengan anak-anaknya di rumah. “Mau siapa pun tamunya, pejabat atau menteri,” kata seorang alumni pelatihan PSPA bernama Yadi.

Berangkat dari keprihatinan dia terhadap pola pengasuhan anak yang salah, pada awal 2005, Abah menuangkan ide-idenya dalam sebuah majalah. Namanya Auladi, majalah idealis berharga miring. Sebab, harganya cuma dua kali lipat ongkos cetak.
Ibarat kacang goreng, majalah tersebut laris manis. Para pembacanya malah meminta Abah untuk menyampaikan secara langsung gagasannya dalam bentuk pelatihan kepada para orangtua. Tahun itu pula Abah mendirikan lembaga yang dia beri nama Auladi Parenting School atau Program Sekolah Pengasuhan Anak (PSPA).
Dalam pelatihan tersebut, Abah mendobrak pola kepengasuhan anak yang selama ini dianggapnya salah. Di antaranya, anak sering diposisikan sebagai obyek, selalu  disalahkan, dilarang, dan dimarahi secara berlebihan. Maka, tidak sedikit orangtua yang menganggap anak sebagai sumber masalah.
“Padahal, sejatinya, kesalahan anak adalah kesalahan orangtua dalam mengasuh. Kalau kita mau telusuri dan jujur, anak-anak yang bermasalah itu  pangkalnya adalah orangtua,” kata laki-laki kelahiran Subang, Jawa Barat ini.
Untuk itu, kata Abah, jika anak ingin benar maka orangtua harus benar dalam mengasuh buah hatinya. Karena 8o persen usia anak dari 0 tahun hingga 18 tahun waktunya dihabiskan dalam keluarga, maka peran orangtua sangat dominan dalam membentuk karakter anak.
“Tidak harus menemani anak 24 jam sehari, karena anak juga ingin waktu untuk diri mereka sendiri,” kata pria yang di setiap training-nya mampu “mengaduk-aduk” suasana emosi peserta trainingnya.

Kamis, 22 September 2011

Definasi Ruqyah Dan Petunjuknya


Definasi Ruqyah Dan Petunjuknya

Definasi Ruqyah secara terminologi adalah al-‘udzah (sebuah perlindungan) yang digunakan untuk melindungi orang yang terkena penyakit, seperti panas karena disengat binatang, kesurupan, dan yang lainnya. (Lihat An-Nihayah fi Gharibil Hadits karya Ibnul Atsir rahimahullahu 3/254)

Secara terminologi, ruqyah terkadang disebut pula dengan ‘azimah. Al-Fairuz Abadi berkata: “Yang dimaksud ‘azimah-‘azimah adalah ruqyah-ruqyah. Sedangkan ruqyah yaitu ayat-ayat Al-Qur`an yang dibacakan terhadap orang-orang yang terkena berbagai penyakit dengan mengharap kesembuhan.” (Lihat Al-Qamus Al-Muhith pada materi).

Adapun makna ruqyah secara etimologi syariat adalah doa dan bacaan-bacaan yang mengandung permintaan tolong dan perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mencegah atau mengangkat bala/penyakit. Terkadang doa atau bacaan itu disertai dengan sebuah tiupan dari mulut ke kedua telapak tangan atau anggota tubuh orang yang meruqyah atau yang diruqyah. (Lihat transkrip ceramah Asy-Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alus-Syaikh yang berjudul Ar-Ruqa wa Ahkamuha oleh Salim Al-Jaza`iri, hal. 4)

Tentunya ruqyah yang paling utama adalah doa dan bacaan yang bersumber dari Al-Qur`an dan As-Sunnah. (Ibid, hal. 5)

(Sumber asysyariah)

Caranya:

Dengarkan MP3 RUQYAH SYARIAH hingga tamat menggunakan HEADPHONE dengan volume yang kuat.

Pejamkan mata dan jangan ikut bacaan ayat-ayat ini baik dimulut atau dihati.

Perhatikan setelah selesai :

* denyutan jantung makin kencang
* badan bertek kencang
* ada benda bergerak-gerak bawah kulit
* mengantuk/menguap
* batuk
* gelisah
* panas di tengkuk

Jika ada mengalami kejadian di atas, kemungkinan besar ada jin yg menghuni tubuh anda. MP3 RUQYAH SYARIAH amat bagus diperdengarkan 3 kali sehari bagi mereka yg mengalami gangguan jin, kerana fadhilat ayat-ayat tersebut amat mustajab bagi mengusir jin-jin jahat/sihir serta memagar diri kita.

Selain itu orang yang sakit juga boleh membaca berulang-kali didalam hati tanpa mengira masa dan tempat untuk mengamalkan zikir ‘THO HA’ (Surah Taha, ayat 1)

Kesannya selepas membaca zikir itu adalah kita akan sendawa.Itu menunjukkan jin-jin didalam badan pesakit akan merasa sakit dan kepanasan..Dengan mendengar MP3 ruqyah ini, insya Allah ianya mampu untuk menyembohkan penyaki-penyakit seperti berikut:

* Jiwa gelisah/khayalan
* Penghapus Sihir
* Memagar Rumah (Pengusir Jin dan Syaitan)
* Ketenangan Rumah Tangga
* Anak-anak menangis ditengah malam
* Penambat kasih sayang antara anak/ibubapa
* Pendarahan berpanjangan bagi wanita (istihadah)
* Menguatkan ingatan dan hafalan dalam pembelajaran.




Cara Menggunakan MP3 Ruqyah:

* Bagi kesihatan diri dan keluarga, mainkan mp3 ini didalam rumah atau tempat kerja 3 kali sehari atau mainkan dari malam sampai pagi (auto repeat).
* Bagi penderita sakit gangguan jin, dilarang memainkan di dalam kereta.
Bagi anak-anak yang menangis diwaktu malam, anda perlu memainkan dengan kuat, insyaAllah jin/syaitan akan lari dari mengganggu anak-anak anda.
* Untuk histeria, sihir, dan lambat jodoh, sediakan 3 botol besar air mineral,buka penutupnya dan mainkan mp3 ruqyah ini 3 kali sebelah air tadi (kira-kira 1jam 20minit). Air tadi dibuat minum seteguk untuk 3 kali sehari dan lakukan pada hari-hari berikutnya sehingga air tadi habis diminum.Setiap kali selepas solat perlu dibaca Ayatul Qursy 3 kali dan Al Insyirah 3 kali secara istiqomah. Kemudian malam besoknya, mp3 ruqyah ini hendaklah dimainkan dari malam sampai kepagi selama sebulan.
* Bagi memulihkan rumah/tempat kerja yang bermasalah,cuma mainkan 3 kali sehari untuk 3 hari berturut-turut.
* Jika kita sering mengalami masalah malas dan badan terasa berat, perdengarkan mp3 ruqyah ini 3 kali sehari, insyaAllah kita akan rajin dan kembali bersemangat.

*UNTUK MENDAPATKAN KESEMBOHAN YANG MAKSIMUM,SILA PEJAMKAN MATA ANDA APABILA MENDENGAR MP3 RUQYAH INI DAN DENGARKANLAH SEHINGGA TAMAT TANPA MENGIKUTI BACAANNYA DIMULUT MAHU PUN DIHATI*

No & Nama Urutan Surah:

1 Al-Fatihah 1 Seluruhnya
2 Al-Baqarah 1 1-5
3 Al-Baqarah 1 102
4 Al-Baqarah 2 163-164
5 Al-Baqarah (Ayatul Kursi) 3 255
6 Al-Baqarah 3 285-286
7 Ali-Imran 3 18-19
8 Al-’Araf 8 54-56
9 Al-’Araf 9 117-122
10 Yunus 11 81-82
11 Toha 16 69
12 Al-Mukminun 18 115-118
13 As-Soffaat 23 1-10
14 Al-Ahqaaf 26 29-32
15 Ar-Rahman 27 33-36
16 Al-Hasyr 28 21-24
17 Al-Jin 29 1-9
18 Al-Ikhlas 30 Seluruhnya
19 Al-Falaq 30 Seluruhnya
20 An-Naas 30 Seluruhnya

Hanya ALLAH yang berkuasa untuk menyembuhkan segala penyakit kita dan manusia hanya boleh berusaha dan berdoa untuk memohon kesembuhan kepada-NYA. Semoga ALLAH memberi kesembuhan pada kita semua. AMIN

Rabu, 21 September 2011

Orang-orang Yang Didoakan Oleh Para Malaikat


Orang-orang Yang Didoakan Oleh Para Malaikat

Orang-orang Yang Didoakan Oleh Para Malaikat
Inilah orang – orang yang didoakan oleh para malaikat :

1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci”.
 (Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’”
 (Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469)

3. Orang – orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf terdepan”
 (Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)

4. Orang – orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang – orang yang menyambung shaf – shaf”
 (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu”.
 (Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 782)

6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia”
 (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)

7. Orang – orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’”
 (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’”
 (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., Shahih Muslim no. 2733)

9. Orang – orang yang berinfak.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’”
 (Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)

10. Orang yang sedang makan sahur.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada orang – orang yang sedang makan sahur”
 (Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh”
 (Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib ra., Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar, “Sanadnya shahih”)

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain”
 (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)


Sumber Tulisan Oleh : Syaikh Dr. Fadhl Ilahi (Orang – orang yang Didoakan Malaikat, Pustaka Ibnu Katsir, Bogor, Cetakan Pertama, Februari 2005

Selasa, 20 September 2011

HARI KEMENGAN

HARI KEMENGAN
Sungguh bahagia dan beruntung orang-orang yang berhasil menunaikan Ramadhan dengan puasa, dzikir, tilawah  dan dengan beribadah secara khusuk. Allah subhanahu wa ta’ala akan mengganti pakaian mereka dengan busana taubat, dan memasukkan ke dalam surga yang di penuhi mahgfirah (ampunan) dan keridhaan-Nya .
Sebaiknya, sungguh merugi orang-orang yang menyia-nyiakan bulan Ramadhan dengan kedurhakaan kepada Allah, melalui batas, dan melanggar hal-hal yang terlarang. Mereka akan kembali kepada Allah dalam keadaan menyesal, merasa rugi dan gagal.
Jika termasuk orang-orang yang beruntung, ketika fajar “Idul Fitri mulai menampakkan diri, kita semua siap menyambutnya. Apa lagi malamnya, ketika suara takbir bersahut-sahutan, kita telah bagikan zakat fitrah kepada yang berhak menerimanya. Ya, inilah ‘Idul Fitri, hari kemenangan bagi umat Islam. Inilah malam suka cita dan rasa syukur kaum Muslim yang di ekspresikan dengan untaian dzikir indah: ”Allahu Akbar ,Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laillah haillaah, Allahu Akbar Walillahhil–Hamd Allahu, Akbar Kabiiiraw ……
Dengan dzikir, yang merupakan sunnah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi Wa sallam, kita kumandangkan sebuah pernyataan tauhid bahwa hanya allah yang maha besar, milik-Nya segala segala puji dan kemuliaan. Saat itu kita nyatakan secara lantang kepada semua makhluk yang menghuni bumi, “wahai orang-orang yang selama ini menyombongkan diri, ketahuilah bahwa Allah yang lebih besar, lebih berkuasa, lebih tinggi, dan lebih mulia dari pada kalian. Dialah yang patut di puji, di sembah, dah di taati.”
Di hari “Idul Fitri, Rasulullah juga menganjurkan kita agar memakai pakaian yang terbaik yang kita miliki. Dalam hati seolah kita berkata pada diri sendiri, “Ya Allah, telah banyak nikmat yang Engkau anugerahkan kepada kami itu juga seolah kita berkata kepada orang lain, “Lihatlah, itu banyak nikmat Allah yang di karuniakan kepadamu dan  perhatikanlah, bagaimana Allah telah memuliakan kamu.
Tentunya, sebelum mengenakan pakaian yang terbaik di sunahkan untuk mandi dan berwhudu’. Tak lupa memakai parfum, Saat itu kita keluar rumah sambil berdo’a, “Ya Allah sucikan hati kami sebagaimana Engkau telah mensucikan badan kami. Bersihkan batin kami sebagaimana Engkau membersihkan lahir kami. sucikan yang tersembunyi dari orang lain sebagaimana telah menyucikan yang tak ada dari kami.”  
Satu hal lagi yang tampak kecil tapi sangat penting, jadi shalat ‘Id sebagai syiar. kita di sunahkan menempuhkan yang berbeda saat pergi dan pulang. Kita tunjukkan kepada dunia, “Inilah umat Islam, kami keluar menuju kembali kepada-Nya, dan mensyukuri nikmat-Nya . “
Lebih baik lagi jika dilakukan dengan cara berjalan (jika tidak terlalu jauh). Kita katakan kepada diri sendira, “Bumi, di permukaanmu kami berjalan, makan, dan minum. Dan diperutmu kami semua akan di kubur.”
Di antara sunnah Rasulullah lainnya yang sangat di anjurkan pada ‘Idul Fitri adalah saling mengunjungi kerabat sanak saudara (silaturrahim). Manfaatkan momentum untuk membangun hubungan baik dan membina kebersamaan serta persaudaraan. Allah mengingtkan kita dalam firman-Nya.
 
“Maka Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?. Mereka Itulah orang-orang yang dila'nati Allah dan ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka. (Muhammad : 22-23).

EMPAT CIRI ORANG BERTAQWA


EMPAT CIRI ORANG BERTAQWA
Cerdas Finansial
Cerdas Emosional
Cerdas Sosial
Cerdas Spiritual
Allahu Akbar … Allahu Akbar …
Allahu Akbar …

Hadirin, jamaah shalat Idul Fitri yang berbahagia,
Pagi ini kita bersama-sama sedang merayakan sebuah kemenangan besar setelah selama sebulan kita berjuang dengan penuh semangat, niat yang ikhlas menjalankan segala ketentuan sesuai dengan syariat, dan istiqamah untuk tidak melakukan pelanggaran sedikitpun.
Kemenangan ini sangat wajar kita rayakan, sebab kemenangan ini tidak sekedar lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri, bukan sekedar lulus ujian diterima menjadi pegawai negeri, dan bukan naik pangkat atau jabatan. Pagi ini, bagi mereka yang lulus, selain disiapkan pahala yang melimpah, juga gelar yang luar biasa yaitu sebagai muttaqin, gelar menjadi orang-orang yang bertakwa.


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Al-Baqarah [2]: 183).
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala (SWT) menurunkan syariat shalat tentu ada target dan tujuannya. Begitu juga ketika Allah SWT memerintahkan kaum Muslimin mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji, semua memiliki target dan tujuan yang jelas dan spesifik. Sebagaimana dijelaskan pada ayat di atas, tujuan dan target pelaksanaan puasa di bulan Ramadhan adalah lahirnya insan-insan bertakwa.
Alhamdulillah, sekali lagi kita bersyukur kepada Allah SWT bahwa di antara yang hadir di tempat ini, banyak di antaranya yang telah lulus dan berhak menyandang gelar takqwa, melalui wisuda pagi hari ini, yaitu shalat Idul Fitri yang digelar di masjid.
Dalam wisuda yang khusus dan istimewa ini Allah SWT tidak menyebut satu persatu siapa saja yang dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar takwa. Pada kesempatan ini, Allah SWT hanya menyebut ciri-ciri atau tanda-tanda orang yang telah memenuhi standar takwa, sebagaimana firman-Nya:
  
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan, dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau Menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui, Yang dimaksud perbuatan keji (faahisyah) ialah dosa besar yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, riba. Menganiaya diri sendiri ialah melakukan dosa yang mana mudharatnya hanya menimpa diri sendiri baik yang besar atau kecil. (Ali Imran [3]: 133-135).
Menurut ayat tersebut, setidak-tidaknya orang yang menyandar gelar takwa itu memiliki empat ciri sebagai berikut :
Pertama, Memiliki kecerdasan finansial (menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit); Kedua, Memiliki kecerdasan emosi (menahan amarahnya); Ketiga, memiliki kecerdasan sosial (memaafkan kesalahan orang lain), dan yang Keempat adalah memilki kecerdasan spiritual (apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka).

KECERDASAN FINANSIAL
Ikhwani kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Orang yang bertakwa yang memilki kecerdasan finansial itu tak sekedar pandai mencari uang, tidak sekedar pandai mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Rasulullah Sallallahu’alaihi wa sallam (SAW) telah memberikan definisi yang gamblang tentang orang yang memilki kecerdasan finansial.
“Yang disebut al-ghina (orang yang cerdas finansial) itu bukanlah mereka yang sekedar memiliki harta yang banyak, tetapi al-ghina itu adalah mereka yang kaya akan jiwa.” (Riwayat Bukhari).
Bukan disebut cerdas finansial orang yang memilki harta banyak tapi kikir, dan pelit. Buat apa mengumpulkan harta kalu tidak dibelanjakan? Buat apa menimbun harta kalau tidak disedekahkan? Harta dalam pandangan orang yang kikir adalah segala-galanya. Harta dikira dapat mengekalkan hidupnya.

Ikhwani kaum muslimin yang berbahagia,
Hidup dizaman sekarang ini memang berat. Semua serba uang. Mau melahirkan harus mengeluarkan uang, mau makan, mau sekolah, bahkan untuk ke WC pun harus mengeluarkan uang. Apabila kalau sakit, mati pun harus mengeluarkan uang.
Kondisi seperti itu sudah disampaikan oleh Nabi SAW, 14 abad yang lalu. “Pada akhir zaman kelak manusia harus menyediakan harta untuk menegakkan urusan agama dan urusan dunianya.” (Riwayat Thabrani).
Memang, dengan harta yang cukup kita bisa memelihara harga diri kita dari meminta-minta, dan kita bisa menolong orang lain. Dengan harta yang cukup kita bisa makan dan minum yang halal dan tayyib, kita bisa bersedekah. Dan juga kita bisa menjalankan ibadah haji.
Rasulullah bersabda: wahai ‘Amru, alangkah bagusnya harta yang baik di tangan orang-orang yang baik (saleh). (Riwayat Ahmad ).
Melalui Hadits tersebut, Rasulullah SAW menginginkan kaum Muslimin cerdas finansial , dalam arti mereka dapat menguasai harta dan dapat pula membelanjakannya dengan sebaik-baiknya. Harta di manfaatkan untuk membantu orang yang memerlukannya : fakir miskin, yatim piatu, anak-anak yang memerlukan biaya sekolah, orang yang lanjut usia, orang-orang yang sakit yang tak memiliki biaya berobat. Harta yang cukup dapat digunakan untuk kemaslahatan umat.



KECERDASN EMOSI
Ikhwani kaum muslimin yang dirahmati Allah,
Ciri ke dua orang yang bertakwa adalah “wal kazhiminal ghaiz” (orang–orang yang bisa menahan diri ketika marah). Kalau boleh mengambil istilah sekarang, yaitu orang yang memiliki kecerdasn emosi.
Berpuluh-puluh tahun yang lalu, orang hanya mengenal satu jenis kecerdasan, yaitu kecerdasan intelegensi  atau dikenal dengan IQ. Pada saat itu, keberhasilan dan keberuntungan orang sangat di tentukan oleh seberapa tinggi IQ-nya. Semakin tinggi IQ seseorang, kemungkinan berhasilnya sangat besar. Itulah sebabnya, semua lembaga pendidikan, instansi pemerintahan, dan lembaga bisnis melakukan tes IQ dalam penerimaan siswa, pegawai, atau karyawan.
Namun, teori yang dibanggakan itu runtuh setelah melalui serangkaian penelitian bahwa IQ bukan segala-galanya. Bahkan IQ menurut hasil penelitian itu hanya menyambung 15% saja tingkat keberhasilan seseorang. Yang mengejutkan justru EQ (Emotional Quotient) lah yang menjadi faktor penentu, sekitar 60% sampai 85% faktor kesuksesan.
Ternyata faktor kesabaran, keuletan, kegigihan, istiqamah, disiplin, dan tidak mudah emosi merupakan kunci keberhasilan manusia dalam membangun kesuksesan. Betapa banyak orang yang pintar, yang nilai akademisnya selalu di atas, IQ-nya di atas rata-rata tapi dalam hidupnya menemui kegagalan!
Empat belas abad yang lampau Al-Quran telah mengenalkan teori dan juga tokoh-tokohnya. Nabi Yusuf contoh terbaik manusia yang paling cerdas emosinya. Kisah Nabi Yusuf ini bahkan di akui oleh Al-Qur’an sebagai ahsanul qashashi, sebaik-baik kisah.
Nabi Muhammad SAW adalah juga nabi dan rasul yang sangat cerdas emosinya. Diceritakan suatu ketika Rasulullah bersama sahabat-sahabat lainnya sedang berada di masjid. Tiba-tiba datang seorang Badui, lalu seenaknya kencing di tengah masjid. Para sahabat marah, hampir memburu dan memukulnya. Tapi Rasulullah segera mencegahnya. Ketika kejadian itu selesai, Rasulullah menjelaskan, seandainya saat orang Badui tengah kencing tadi kalian buru. Maka air kencingnya akan mengenai semua lantai mesjid. Tak cukup satu ember air untuk membersihinya. Dengan sedikit sabar, menahan emosi, maka seember cukup untuk membersihinya.
Kesabaran dan kekuatan menahan emosi itulah yang diajarkan Rasulullah SAW selama kita berpuasa sebulan penuh di bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda:
“Puasa itu perisai. Maka, pada hari puasa, janganlah kamu mengumbar perkataan kotor dan jangan pula menjerit-jerit. Jika dicaci atau diganggu orang, hendaklah kamu mengucapkan, ‘Sesungguhnya aku tengah berpuasa”. (Riwayat Al-Bukhari-Muslim).
Ramadhan disebut bulan kesabaran, karena di dalamnya kita digembleng mentalnya untuk bersabar. Sabar ketika lapar dan haus, sabar tak mengucapkan kata-kata kotor, dan jorok. Sebulan penuh kita diajari untuk bersabar, tidak marah, tidak membenci, dan tidak kecewa.

Ikhwani kaum Muslimin rahimakumullah,
Kita harus memiliki kecerdasan Emosi sebagai ciri orang yang bertakwa. Sebagai suami, kita harus pandai memimpin istri dan anak-anak. Kita harus sabar, mau mendengar, tahu perasaan orang lain, menghargai, memberi apresiasi, mau meminta maaf dan mudah memaafkan, serta tidak pelit mengucapkan terima kasih.
Saya bertanya kepada bapak-bapak, kapan terakhir kali mengucapkan terima kasih kepada istri kita? Padahal setiap hari istri kita melayani, menyuguhkan air minum, makan, dan memberi senyum.
Sebagai istri, wajib bagi ibu-ibu untuk senantiasa menghormati suami sebagai pemimpin rumah tangga, mentaati perintahnya, melayani kebutuhannya, dan menyenangkan hatinya. Jangan pernah berkata kasar, bersuara keras, merasa lebih pintar, apalagi menggurui. Boleh saja penghasilan ibu lebih besar, ilmu lebih tinggi, posisi dan kedudukan lebih terhormat, tapi kalau sudah di rumah, yang menjadi pemimpin adalah suami.

KECERDASN SOSIAL
Allahu Akbar … Allahu Akbar … Allahu Akbar … walillahil hamd …   
Ikhwani kaum muslimin rahimakumullah,
Ciri ketiga orang yang bertakwa adalah memiliki kecerdasan sosial, wal’afina aninnas (orang yang memudahkan memaafkan).
Tidak mudah hidup bermasyarakat. Ada seribu satu masalah yang selalu menyertai kehidupan bersama. Di dalamnya tidak jarang beredar fitnah, gunjingan, ghibah, namimah, sampai adu domba. Orang-orang yang memiliki kecerdasan sosial tidak lari dari situasi ini. Rasulullah SAW bersabda:
“Seorang mukmin yang bergaul dan sabar terhadap gangguan orang, lebih besar pahalanya dari yang tidak bergaul dengan manusia dan tidak sabar dalam menghadapi gangguan mereka. (Riwayat Ahmad dan Tirmidzi).
Senjata utama bagi orang yang memliki kecerdasan sosial adalah memaafkan. Dengan memaafkan hati menjadi lapang, pikiran menjadi tenang, dan ibadah menjadi khusyu’. Sebaliknya, orang yang sulit memaafkan orang lain, dadanya menjadi sempit, hatinya di penuhi rasa dendam, dan pikirannya di penuhi keinginan untuk membalas. Ada sesal, marah, dendam, kecewa, dan sakit hati, menggumpal menjadi penyakit jiwa yang tidak ada obatnya.
Memaafkan cara yang paling manjur untuk membebaskan manusia dari semua penyakit tersebut. Orang yang mudah memaafkan mentalnya sehat dan pikirannya jernih.
Mari, kami mengajak kepada saudara-saudara semua untuk membuka pintu maaf kepada orang lain. Tanpa diminta, mari kita maafkan anak-anak kita, istri/suami kita, saudara kita, teman sekantor atau sekerja kita, kerabat dekat dan kerabat jauh. Tak lupa sembari memberi maaf kita do’akan atas kebaikan mereka, semoga diberi kesehatan, kesuksesan, kemuliaan, keberkahan, rahmat, dan hidayah oleh Allah SWT.

KECERDASN SPIRITUAL
Allahu Akbar  walillahil hamd …   
Saudara saudara, kaum muslim yang berbahagia,
Terakhir, wa idza fa’alu fahisyatan awzalamu anfusahum dzakarullah, fastaghfaru li dzunubihim, apa bila berbuat kesalahan atau mendzalimi diri sendiri, mereka segera mengingat Allah, lalu meminta ampun.
Ciri ke empat orang yang bertakwa yakni memiliki kecerdasan spritual. Orang yang memiliki kecerdasan ini selalu merasa di cintai allah. Allah telah memasang CCTV dimana-mana. Tidak ada ruang di dunia ini yang lepas dari CCTV Allah, sehingga tidak ada satu perbuatan, sekecil apapun tanpa bantuan Allah. Semua terawasi, dan terekam dengan baik.
  
“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscahya dia akan melihat (balasan)nya. (al-Zalzalah[99]:7).
Murakabah, merasa selalu di awasi dan di lihat Allah SWT merupakan esensi dari kecerdasan spiritual. Orang yang mempunyai kecerdasan sejenis ini akan senantiasa berada dalam kebaikan , sebab mereka berusaha untuk tampil sebaik mungkin di hadapan Allah SWT. Mereka tidak ingin terpantau oleh Allah SWT dalam keadaan berbuat dosa.
Orang yang senantiasa diawasi Allah berusaha menghindari yang terlarang. Jika suatu saat berbuat dosa, ia segera menggingat Allah lalu bersegera bertaubat meminta ampunan. Sesungguhnya allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.
  
Ikhwani, kaum muslimin yang berbahagia ,
Di akhir khutbah marilah kita berdoa dan memohon agar doa kita di terima oleh-nya.