Kamis, 25 Agustus 2011

KITAB (2)

Ada satu kitab yang amat penting tetapi sering kita lupakan, walaupun kitab tersebut masing-masing kita yang sedang menyusunnya dan sedang ditulis oleh dua petugas yang amat mahir lagi terpercaya. Kitab yang penulis maksud adalah kitab amalan kita yang baru akan rampung sesaat sebelum kita meninggalkan dunia fana ini. Kelak ada yang terheran-heran melihat kandungan kitab yang disususnnya itu, karena ia demikian rinci dan teliti sampai-sampai para penyusunnya berkata, sebagaiman dilukiskan Al-Qur’an:
ﻭ ﻴﻘﻭ ﻠﻭ ﻥ ﻴﺎ ﻭ ﻴﻠﺘﻨﺎ ﻤﺎ ﻝ ﻫﺫ ﺍ ﺍ ﻠﮑﺘﺎ ﻻ ﻴﻐﺎ ﺩ ﺭ ﺼﻐﻴﺭ ﻭ ﻻ ﮐﺒﻴﺭ ﺓ ﺇ ﻻ ﺃ ﺤﺼﺎ ﻫﺎ
Maksudnya : Dan mereka berkata : “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang sangat rinci serta benar isinya dan tidak meninggalkan yang kecil dan tidak pula yang besar dari amal-amal manusia dan dosa-dosanya, melainkan ia menghitung dan mencatat semua-Nya. (QS. Al-kahf [18] : 49).
Di akhirat nanti, setelah kehidupan dunia ini berakhir, walau kehadiran Allah nampak dengan jelas dan gamblang di mana-mana, dan semua yakin tentang kuasa dan keadilan-Nya, namun dia enggan menjauhi hukuman terhadap seseorang sebelum yang bersangkutan melihat sendiri bukti-bukti kebenaran tuduhan yang diajukan kepadanya. Bukti-bukti itu antara lain adalah kitab amal-amal manusia. Allah SWT berfirman :
ﺍ ﻗﺭ ﺃ ﮐﺘﺎ ﺒﻙ ﮐﻔﻰ ﺒﻨﺴﻙ ﺍ ﻠﻴﻭ ﻡ ﻋﻠﻴﻙ ﺤﺴﻴﺎ
“ Bacalah kitabmu ! Dengan kuasa Allah engkau dapat membacanya walau di dunia engkau tak mampu membaca atau buta, cukup dirimu sendiri sekarang ini menjadi penghisab atas dirimu yakni menghitung dan menilai sendiri amal perbuatanmu. Engkau tidak dapat mengingkarinya karena amal-amalmu ‘hadir’ di hadapankamu masing-masing” (baca QS. Al-Isra’ [17] : 14).
Nah ketika itulah baru semua orang menyadari dan mengakui kandungan kitab-Nya. Kitab amalan itu diserahkan ikeh makaikat kepada maising-masing orang. Allah berfirman :
ﻔﺄ ﻤﺎ ﻤﻥ ﺃ ﻭ ﺘﻲ ﮐﺘﺎ ﺒﻪ ﺒﻴﻤﻴﻨﻪ ﻓﻴﻘﻭ ﻝ ﻫﺎ ﺅ ﻡ ﺍ ﻘﺭ ﺀ ﻭ ﺍ ﮐﺘﺎ ﺒﻴﻪ, ﺇ ﻨﻲ ﻅﻨﻨﺕ ﺃ ﻨﻲ ﻤﻼ ﻕ ﺤﺴﺎ ﺒﻴﻪ
Maksudnya : Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitab amal-Nya dari sebelah kanannya, maka dia berkata kepada siapa yang disekelilingnya dari hamba-hamba Allah yang taat guna mengungkapkan rasa syukurnya bahwa : “Ambillah, kitab amalanku untuk kamu lihat dan bacalah kitabamalan-ku ini! Lihatlah betapa indahnya laporannya! Sesungguhnya aku telah menduga atau yakin ketika dahulu aku hidup di dunia bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab terhadap diriku. Itu sebabnya aku telah mempersiapkan amal-amal untuk menghadapinya.” (QS. Al-haqqah [69] : 19-20).
ﻭ ﺃ ﻤﺎ ﻤﻥ ﺃ ﻭ ﺘﻲ ﮐﺘﺎ ﺒﻪ ﺒﺸﻤﺎ ﻠﻪ ﻓﻴﻘﻭ ﻝ ﻴﺎ ﻠﻴﺘﻨﻲ ﻠﻡ ﺃ ﻭ ﺕ ﮐﺘﺎ ﺒﻴﻪ, ﻭ ﻠﻡ ﺃ ﺩ ﺭ ﻤﺎ ﺤﺴﺎ ﺒﻴﻪ, ﻴﺎ ﻠﻴﺘﻬﺎ ﮐﺎ ﻨﺕ ﺍ ﻠﻘﺎ ﻀﻴﺔ, ﻤﺎ ﺃ ﻏﻨﻰ ﻋﻨﻲ ﻤﺎ ﻠﻴﻪ, ﻫﻠﻙ ﻋﻨﻲ ﺴﻠﻁﺎ ﻨﻴﻪ
Maksudnya : Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitab amal-Nya dari sebelah kirinya, maka dia berkata dengan penuh penyesalan setelah menyadari kesengsaraan dan siksa yang akan di hadapinya : “Wahai, alangkah baik kiranya tidak di berikan kepadaku kitab amalan-ku ini, dan alangkah baiknya jika aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diri-ku. Wahai kiranya dia dia yakni kematian yang telah kualami di dunia itulah yang menjadi pemutus yakni yang menyelesaikan hidupku sehingga aku tidak menghadapi segala sesuatu apalagi siksa ukhrawi ini. Tidaklah berguna bagiku hartaku. Telah hilang binasa kekuasaanku.” (QS. Al-Haqqah [69] : 25-29).
Allah menamai laporan tentang amal-amal manusia sebagai “kitab”. Kitab tersebut boleh jadi merupakan naskah yang dibaca, bisa juga ia adalah himpunan amal-amalan manusia yang dihadirkan di hadapannya. Apapun yang kelak terjadi yang jelas semua manusia menyadari dan mengakui kebenaran kandungan kitab itu. Ketika itu setiap manusia menemukan apa yang telah dikerjakannya, walau sedikit kebaikan pun, karena amalan atau ganjarannya dihadirkan dihadapannya. Ia ingin kiranya kebaikan itu terus-menerus berada disisinya, tidak jauh darinya yang mengerjakan amal-amalan buruk pun demikian. Kejahatan sekecil apapun dihadirkan juga dihadapannya, tetapi ia ingin kiranya antara ia dengan kejahatan itu ada jarak yang jauh.
ﻴﻭ ﻡ ﺘﺠﺩ ﮐﻝ ﻨﻔﺱ ﻤﺎ ﻋﻤﻠﺕ ﻤﻥ ﺨﻴﺭ ﻤﺤﻀﺭ ﺍ ﻭ ﻤﺎ ﻋﻤﻠﺕ ﻤﻥ ﺴﻭ ﺀ ﺘﻭ ﺩ ﻠﻭ ﺃ ﻥ ﺒﻴﻨﻬﺎ ﻭ ﺒﻴﻨﻪ ﺃ ﻤﺩ ﺍ ﺒﻌﻴﺩ ﺍ
“Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (di mukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya. Ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh, dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali imran [3] : 30).
Banyak ulama memahami kehadiran kebaikan atau kejahatan dihari kemudian nanti, dalam arti kehadiran ganjarannya. Namun berangkat dari perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang kini mampu merekam suara dan gerak-gerik manusia walau dari jarak yang sangat jauh serta menampilkannya, berangkat dari pengalaman itu, maka tidak tertutup kemungkinan kehadiran amal-amal itu dalam arti yang sebenarnya, bahkan tidak kurang jelasnya dari tayangan dan rekaman yang kita lihat dewasa ini. Demikian, Wa Allah A’lam. []

Selasa, 23 Agustus 2011

Berakhir Bukan Berarti Berhenti

Ya Allah...//
Ramadhan ini tinggal menghitung hari
Sungguh sangat cepat semua ini berlalu
Satu bulan terasa satu minngu bahkan lebih pendek lagi
Semua berlalu tapi bukan berakhir

Ya Allah...//
Teriris hati ini
Ketika mata ini mulai mengalirkan mutiara-mutiara jernih yang asin
Ramadhan ternyata akan berakhir
Dalam hati terbesit
Jangan-jangan ini Ramadhan terakhir kita

Ya Allah...//
Aku semakin lalai untuk mendekatimu
Hasrat dan keinginan mendekapku
Aku salah, Aku berdosa, Aku melalaikan waktu
Padahal, semua telah engkau beri

Ya Allah...//
Harapan tinggal ucapan
Keinginan tinggal kenangan
Ramadhan hari ini tinggal pelajaran untuk kita raih kemenangan
Tapi...!!!
Aku tak pantas raih kemengan yang kau beri Ya Allah
Aku malu akan semua yang aku lalaikan dan lakukan
Tapi, Aku takut untuk kau jauhi Ya Allah
Harapanku semoga kau berkahi hidup kami
Tuk kami raih Ridhomu..///



Amalan di 10 Hari Terakhir Ramadhan

Dari ‘Aisyah radhiallahu anha dia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bila memasuki sepuluh akhir (dari bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarung, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya “. (HR. Al-Bukhari no. 1884 dan Muslim no. 2008)
Dalam lafazh yang lain:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْتَهِدُ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مَا لَا يَجْتَهِدُ فِي غَيْرِهِ
“Pada sepuluh terakhir bulan Ramadlan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih giat beribadah melebihi hari-hari selainnya.” (HR. Muslim no. 2009)
Ada dua penafsiran di kalangan ulama mengenai makna ‘mengencangkan sarung’:
a.    Ini adalah kiasan dari memperbanyak ibadah, fokus untuk menjalankannya, dan bersungguh-sungguh di dalamnya.
b.    Ini adalah kiasan dari menjauhi berhubungan dengan wanita. Ini adalah pendapat Sufyan Ats-Tsauri dan yang dirajihkan oleh Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahumallah.
Makna ‘menghidupkan malam’ adalah mengisinya dengan ibadah dibandingkan tidur yang merupakan saudara dari kematian.
Makna ‘membangunkan keluarga’ adalah mendorong dan memerintah keluarga untuk mengisi malam-malam itu dengan ibadah.
Pada dasarnya, membangunkan keluarga untuk shalat malam adalah hal yang disunnahkan. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنْ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Allah merahmati seseorang yang bangun malam kemudian shalat lalu membangunkan isterinya, apabila isterinya menolak, dia akan memercikkan air ke mukanya. Dan Allah merahmati seorang isteri yang bangun malam lalu shalat, kemudian dia membangunkan suaminya, apabila suaminya enggan, maka isterinya akan memercikkan air ke muka suaminya.” (HR. Abu Daud no. 1113, An-Nasai no. 1592, dan Ibnu Majah no. 1326)
Akan tetapi hal ini lebih disunnahkan lagi di 10 terakhir ramadhan. Karena shalat lail mengandung banyak keutamaan sehingga tidak pantas bagi seorang muslim atau keluarganya untuk luput darinya. 10 hari terakhir juga adalah penutup bulan ramadhan, sementara setiap amalan itu tergantung dengan penutupnya. Sebagaimana dalam hadits Sahl bin Sa’ad radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ
“Dan sungguh amalan itu ditentukan dengan penutupannya.” (HR. Al-Bukhari no. 6117)
Kemudian, ibadah yang dianjurkan untuk dilakukan pada 10 hari ini tidak terbatas pada shalat lail saja, akan tetapi mencakup semua jenis ibadah seperti membaca Al-Qur`an, berdzikir, berdoa, bersedekah, dan selainnya.
Di antara keistimewaan 10 hari ini adalah di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan atau yang dikenal dengan malam al-qadr. Pada malam ini Al-Qur`an diturunkan, pada malam ini ditetapkan takdir untuk setahun berikutnya, dan pada malam ini terdapat banyak pengampunan. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul.” (QS. Ad-Dukhan: 3-5)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadlan dengan penuh keimanan dan mengharap (pahala dari Allah), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni. Dan siapa yang menegakkan (shalat pada malam) pada lailatul Qadr dengan keimanan dan mengharap (pahala dari Allah), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Al-Bukhari no. 34 dan Muslim no. 1268)
Karena semua keutamaan inilah, sebagian ulama berpendapat bahwa 10 terakhir ramadhan itu lebih utama dibandingkan 10 hari pertama dzulhijjah. Wallahu a’lam.

10 HARI TERAKHIR

10 hari terakhir, sudah bukan lagi keikhlasan Ramadhan, yang dicari adalah duit, modal buat lebaran. 80% responden mangakui.
Kalimat diatas tercantum pada sebuah akun Facebook seorang teman yang saya baca pagi ini. Nadanya seperti berkelakar tetapi mampunyai makna yang sangat dalam.
Berulang saya membacanya dan merenungi makna dari kalimat itu. Keikhlasan Ramadhan, ikhlas bererah diri kepada Allah dengan memaksimalkan ibadah di bulan suci ini. Bulan penuh rahmat dimana pahala dan ampunan ditebarkan didalamnya.
Menuju akhir ramadhan rasa khusyuk itu mulai pudar dalam sebagian sanubari. Shaf-shaf masjid pun kembali kepada jemaah yang biasa shalat subuh di luar ramadhan. Habis tenaga mereka dengan kesibukan mempersiapkan hari raya kemenangan di pusat-pusat perbelanjaan.
10 hari terakhir ramadhan sebagian umat Islam tumpah ruah di pasar, mall, plaza, hanya sekedar untuk menghiasi raga. Berlomba berhias diri hanya untuk menunjukkan siapa yang paling meriah dalam menyambut bulan Syawal. Tapi mereka terlena akan mempercantik qalbu guna menjadi insan yang terlahir suci kembali.
Sepertinya budaya berlebihan dalam menyambut Syawal sudah mendarah daging. Kita lebih senang menjalankan agama yang sifatnya seremonial yang penuh dengan gagap gempita. Kita tidak terbiasa mencari makna atas sebuah kewajiban yang menjadi asas kenapa kewajiban itu diperintahkan. Kita lebih senang memperindah raga daripada jiwa sehingga tidak heran jika selepas ramadhan banyak orang yang berpakaian indah namun mereka lupa dengan masjid, al-Quran, dan kemulian yang lain dari agama Islam ini.
10 hari terakhir Ramadhan, alhamdulillah masih ada sebagian orang yang mengecangkan ikat pinggang dan menjauhkan lambungnya dari tempat tidur. Mereka semakin khusyuk berlomba mencari cinta Tuhannya. Pakaian mereka sederhana namun hati-hati mereka berkilauan karena semakin diasah oleh sujud dan tilawah. Harta mereka lebih dibelanjakan dijalan Allah dengan bersedakah, berinfaq dan zakat.
Semoga Allah memasukan kita kedalam golongan orang yang beruntung di bulan suci ramadhan dengan selalu mengikuti sunnah nabi-Nya.

Selasa, 16 Agustus 2011

Perintah Nabi Agar Memelihara Jenggot | Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat | Rumaysho.Com

Perintah Nabi Agar Memelihara Jenggot | Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat | Rumaysho.Com

Mana tahu jangan-jangan ini menjadi ramadhan terakhir kita!! Who Knows??

RAMADHAN.., sebuah bulan yang selalu dinanti oleh orang-orang beriman. Ramadhan adalah bulan istimewa, bahkan dalam Alquran,  tiada nama bulan yang disebutkan dalam Alquran kecuali Ramadhan. (QS al-Baqarah 2:184).  Ramadhan tiap tahunnya disambut bagaikan tamu agung yang dinanti karena merupakan keistimewaan anugerah Ilahi.
Di antara keutamaan itu adalah  
Pertama, setiap amal kebajikan umat Islam dilipatgandakan 10 kali lipat. Tapi, di bulan Ramadhan, amalan wajib dilipatgandakan 70 kali lipat dan yang sunah disetarakan dengan amalan wajib di luar Ramadhan.
Kedua, kita diwajibkan puasa karena puasa adalah ibadah istimewa. “Setiap amalan anak cucu Adam dilipatgandakan. Satu kebajikan dilipatgandakan 10 kali sampai 700 kali lipat, kecuali puasa. Puasa adalah milik-Ku dan Akulah yang akan langsung membalasnya. (HR Muslim).
Ketiga, pada bulan ini diturunkan Alquran, kita dianjurkan untuk membacanya dengan rajin. Imam az-Zuhri menyatakan, tiada amalan pada bulan Ramadhan yang lebih baik setelah amalan puasa dari tilawatul quran (membaca Alquran).
Keempat, di dalam Ramadhan terdapat malam al-qadar. Beribadah di malam itu lebih baik dari berjuang di jalan Allah selama 1000 bulan. (QS al-Qadar:1-5).
Kelima, dosa-dosa kita yang terdahulu akan diampuni bila kita berpuasa dengan baik dan qiyam Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala Allah (HR Bukhari dan Muslim).
Keenam, pada bulan puasa ini, doa-doa kita dikabulkan Allah, apalagi saat berbuka puasa (HR Ibnu Majah dan Baihaqi).
Masih banyak lagi keutamaan Ramadhan. Dengan enam keistimewaan saja, sudah seharusnya kita menyiapkan diri menghadapi Ramadhan dengan mengoptimalkan dan memperbanyak ibadah. Di antaranya adalah dengan berniat ikhlas beribadah, mencontoh Rasulullah SAW dalam mengerjakan amaliah Ramadhan, menyiapkan target dalam tilawah, sedekah, baca buku, memperkokoh shalat jamaah, dan hubungan keluarga. 
Di antara amalan unggulan adalah puasa dengan berkualitas, tilawatul quran, qiyam Ramadhan, menanti lailatul qadar tiap malam, memperbanyak tobat dan doa, mengeluarkan zakat fitrah, meningkatkan sedekah, dan iktikaf 10 hari terakhir Ramadhan.
Manfaatkanlah fasilitas yang disediakan Allah SWT dalam bulan ramadhan. Mana tahu jangan-jangan ini menjadi ramadhan terakhir kita!! Who Knows??

Berikut ini kiriman dari seorang sahabat...


Berikut ini kiriman dari seorang sahabat... semoga kita semakin semangat dalam menjalani setiap episode kehidupan yang dipersembahkan-Nya dengan segala cinta...


KENAPA AKU DIUJI?

Surah Al-Ankabut ayat 2-3
         Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:"Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan  sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.


KENAPA AKU TIDAK MENDAPATKAN APA YANG AKU IDAM-IDAMKAN?

Surah Al-Baqarah ayat 216
         Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui


KENAPA UJIAN SEBERAT INI?

Surah Al-Baqarah ayat 286
         Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.


RASA FRUSTASI?

Surah Al-Imran ayat 139
         Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.


BAGAIMANA AKU HARUS MENGHADAPINYA?

Surah Al-Imran ayat 200
         Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertaqwalah kepada Allah
supaya kamu beruntung.
Surah Al-Baqarah ayat 45
         Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',


APA YANG AKU DAPAT DARI SEMUA INI?

Surah At-Taubah ayat 111
·        Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu'min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.

KEPADA SIAPA AKU BERHARAP?

Surah At-Taubah ayat 129
         Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Ilah selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal

AKU TAK DAPAT BERTAHAN LAGI!!!!!

Surah Yusuf ayat 87
         dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.
Surah An-Nisaa' ayat 86
         Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.



Subhanallah
Mari kita berbenah dan terus berbenah..untuk memepersembahkan yang terbaik dalam masa hidup kita... Dengan torehan kemuliaan dan semangat pantang menyerah... Dimanapun. apanpun dan dengan siapapun..selama ALLAH SWT menjadi "..just The ONE goal..“ Insya Allah akan "bahagia" sebagaimana doa yang sering terlantun untuk kebahagiaan dunia dan akhirat.

BENTUKLAH HARI ANDA

EXILE (AL-HASYR)
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memerhatikan apa yang dipersipkan untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.175 
MUHAMMAD (SAW)
Barang siapa yang memasuki waktu pagi dengan perasaan aman dalam batinnya, sehat badannya, mempunyai makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia dengan segala isinya digiring kearahnya.176
Dalam Peta Kehidupan, Allah (Swt) menyeru hamba-hamba-nya yang beriman agar selalu memperhatikan apa yang dipersiapkan mereka untuk hari esok (hari akhirat). Sebuah pesan sederhana tapi menyimpan hikmah yang sangat luar biasa dalam kaitannya dengan hukum tarik-menarik, Cetak Biru Ilahi mengajarkan bahwa hari esok anda tidak mungkin bisa dipersiapkan, jika anda tidak membentuknya sejak hari ini. Masa depan anda tidak ditentukan besok, tapi hari ini. Baik atau buruknya hari esok anda ditentukan sekarang. Jika hari ini anda menanam perbuatan baik, maka hari esok anda akan menuai hasil dari perbuatan baik anda. Namun jika hari ini anda memananam perbuatan buruk, maka hari esok anda akan menuai hasil dari perbuatan buruk anda sendiri. Inilah Rahasia sehari yang pernah saya sebutkan di kajian sebelumnya. Untuk menjadi hamba Allah (Swt) yang baik, anda tidak perlu berniat sekali seumur hidup, atau sejak hari ini dan selamanya. Tidak! Anda tidak perlu melakukan niat seperti ini! Tapi cukup one day at a time.
Untuk berbuat baik, cukup diniatkan setiap pagi saja. Lalu ucapkan niat itu sampai menjelang tidur di malam hari. Banyak program pembinaan akhlak yang gagal karena sedari awal, mereka dipaksa untuk berniat selama empat puluh hari, enam bulan, setahun dan seterusnya. Membangun pengabdian yang ikhlas kepada Allah (Swt) tidak bisa dilakukan dengan cara-cara seperti itu. Tapi bentuklah hari anda one step at a time.
Bisakah diri anda untuk berniat mengabdi kepada Allah (Swt) setiap pagi. Kerahkan seluruh pikiran (energy aktif), jiwa dan fisik anda untuk beraktivitas sebaik mungkin pada pagi hari. Baik urusan dunia anda, maupun akhirat anda. Kukuhkan niat anda sejak pagi hari sampai menjelang tidur di malam harinya. Bulatkan tekad anda bahwa hari ini anda akan berkata jujur, menolong orang dan bersadaqah semampu anda, shalat tepat waktu, menepati janji, membaca Al-Qu’an dan lain sebagainya. Jadilah orang yang bertaqwa selama sehari!
Buatlah jadwal aktivitas pada pagi hari dan berilah judul sesuka anda seperti  Niat hari ini karena Allah (Swt).” Bagilah jadwal sehari itu menjadi dua kolom seperti contoh di bawah ini,
ü     Kolom ibadah khusus
ü     Kolom ibadah umum (mu’amalah)
 

 Niat Hari Ini Karena Allah (Swt)
Jam
Ibadah khusus
Ibadah Umum
04.00 - 05.00
Tilawah Al-Qur’an 10 ayat
Shalat Subuh, berdo’a, zikir

05.00 - 06.00

Sarapan, mandi
06.00 - 07.00

kekantor/sekolah atau
kuliyah (tergantung profesi
anda).
07.00 - 08.00
Ke Masjid/Mushalla untuk infaq
(Semampu anda) sebelum masuk
Kerja/sekolah atau kuliyah.


Biasakan diri anda untuk melakukan aktivitas mampu anda, baik yang terkait urusan dunia anda ataupun akhirat anda. Jangan melakukan aktivitas yang terpaksa atau cenderung di paksakan. Entah itu wirid 10.000 kali, mengaji suatu surat panjang atau lainnya. Tapi cukup niatkan di pikiran dan hati anda untuk berusaha mengingat Allah (Swt) selama sehari, baik dalam bentuk zikir, seperti shalawat kepada Nabi (Saw) dan keluarganya, atau lainnya.
Jauhkan diri anda dari perbuatan yang sia-sia. Jika punya waktu lenggang, gunakan untuk membaca do’a, buku agama ataupun umum, bersilaturrahmi pada saudara dan lain sebagainya. Artinya, cukup optimalkan hari anda selama sehari semampu anda dan manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Intinya, bentuklah hari anda selama satu hari dengan niat yang baik, jiwa yang cinta dan tulus kepada Allah (Swt) (semampu anda), dan lakukan amal yang di ridhai Allah (Swt).

KUNCI SURGA yang TERBUANG


Bila semua ibadah kita seperti shalat, puasa, sedekah, dan haji  berjalan bagus. Maka kelak di akhirat akan diberikan semacam tiket atau kunci untuk masuk syurga. Tatkala banyak orang masuk syurga, ternyata kita yang telah mempunyai tiket masuk tak dapat memasukinya.

Apakah sebabnya?
Sedangkan amal kebaikan yang telah kita kumpulkan, bila dihitung jumlahnya sangatlah banyak. Namun kenapa bukan syurga yang kita dapatkan, malah sebaliknya  neraka jahannam-lah yang menjadi tempat kita?. “Itulah kunci syurga yang terbuang”.
Rasullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk syurga, orang yang memutuskan tali persaudaraan”. Karena itu, walaupun amal kebaikannya banyak, jika memutuskan hubungan tali silaturahim dengan sesama muslim, dia akan ditempatkan di neraka jahannam.

Mengapa demikian?
Karena manusia punya penyakit hati atau sok. Dalam hadist yang diriwayatkan Imam Ali Ridla dikatakan bahwa “ketika sedang berkumpul  dalam suatu majelis bersama murid-muridnya (hawariyun), Nabi Isa AS menceritakan kelebihan yang diberikan Allah SWT padanya. Seperti menyembuhkan penyakit kusta dan menghidupkan orang mati dengan izin Allah.
Namun demikian, kata Isa AS, “ada satu penyakit yang aku tak mampu menyembuhkannya!”. Murid-muridnya bertanya jenis penyakit tersebut. Isa menjawab, “penyakit itu adalah penyakit hati (sombong)”.
Nabi Isa AS menjelaskan, penyakit hati (sok) memiliki ciri khas, yaitu merasa lebih dari yang lain. Merasa lebih hebat, lebih kaya, lebih kuasa dan lebih benar. Selain itu, orang yang sok itu juga suka membantah dan ngotot.
Jika manusia sudah mengidap penyakit sok ini, dia tidak akan pernah menyadari kesalahannya. Ia selalu merasa benar, padahal nyata-nyata salah dan ia tidak mau meminta maaf atas kesalahannya. Jika masing-masing pihak merasa paling benar, maka akan mulai terputuslah tali silaturahim dan ia tidak berhak mendapatkan syurga kendati sudah memeliki kuncinya. Laa yadkhulu al-Jannata Qaththi’un al-Rahim (Tidak akan masuk syurga orang yang memutuskan tali silaturahim).
Allah berfirman: “Sejelek-jeleknya makhluk (binatang) disisi Allah adalah mereka yang pekak dan tuli (sok), yang tidak mengerti apapun”. (QS Al-Anfal [8]:22).
Wa Allahu a’lam.

MERASA PINTAR atau PINTAR MERASA

sahabat Hudzaifah punya catatan rahasia. Ia mengantongi daftar nama-nama orang munafik. Karena ingin tahu, Umar bin Khaththab mendekati Hudzaifah.
Kebanyakan orang tentu ingin tahu siapa saja yang masuk dalam daftar tersebut. Tapi tidak dengan Umar. Beliau hanay ingin memastikan, apakah dirinya termasuk dalam catatan tersebut.
“Apakah nama saya ada dalam daftar itu?” tanya Umar. “Tidak ada,” jawab Hudzaifah. “Alhamdulillah…,” Umar pun merasa lega dan berlalu, tanpa ingin mengetahui lebih jauh nama-nama yang memang dirahasiakan itu.
Kalau orang sekelas Umar masih merasa khawatir dengan kedudukan dirinya dihadapan Allah SWT, bagaimana dengan diri ini?
Pada kenyataannya, banyak orang yang merasa aman dan yakin bahwa dirinya sudah baik dan tidak mungkin tergolong munafik. Karena itu, yang paling sering dilakuan adalah lebih banyak menyorot kesalahan orang lain, bukan sibuk memperbaikai diri. Orang demikian itulah yang disebut merasa pintar.

MERASA PINTAR
Orang yang merasa pintar, memang cermat melihat kekurang orang lain, tetapi tidak cermat melihat kekurangan diri. Sering menganggap dirinya lebih selamat dan saleh dari orang lain. Merskipun ilmunya baru sedikit, ia sangat suka mengkritik dan menuduh orang lain. Bahkan pada orang yang lebih berilmu, hanya kareana tak sepaham dengan dirinyasudah cukup untuk memvonis bahwa orang itu jelek, tak perlu didengar, sedangkan dirinya lebih baik. Sikapnya yang merasa pintar itu dapat menjerumuskannya dalam kesombongan.
Perasaan selalu merasa lebih baik dari orang lain, menunjukkan masih adanya dominasi ego, memang sulit bersikap arif. Sukanya memaksakan kehendak dan sukar memahami orang lain.
Bahkan kalaupun ilmu yang dimilikinya semakin banyaktidak membuatnya bijak.  Tak segan-segan pula mengolok-olok dan merendahkan golongan lainnya. Ia hanya terfokus pada persepsi dan pemahaman dan perspektifnya, tidak mau bersabar melihat perspektif dari orang lain.
“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu  kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)….. “(Al-Hujaraat[49]:11).
Perasaan merasa paling benar sering menjadi kendala sinergi antar kelompok. Misalnya, saat melihat aktivis lain yang “melakukan sesuatu”, tanpa mencari tahu yang lebih dalam, kita pun risih dan tak tahan untuk langsung berkomentar. “ah hanya begitu saja, bukan apa-apa, seharusnya…….”.
Lalu orang yang disalahkan biasanya juga merasa benar dan bersikap reaktif. “Bagaima kita akan bangkit, kalau sibuk mempermasalahkan yang begitu-begitu saja”.
Sikap salaing merasa benar mengakibatkan perbedaan yang ada tidak untuk saling belajar memahami, tapi salang “meremehkan” . menyebakan konflik bukan sinergi.

PINTAR MERASA
Umar adalah contoh orang yang bukan “merasa pintar”, tapi “pintar merasa”. Meski beliau dikenal keras dan tegas, namun memiliki sensitivitas hati. Beliau lebih sibuk melihat kekurangan dirinya. Bahkan tidak segan memberi hadiah pada orang yang mau menunjukkan kesalahannya.
Dalam sebuah kejadian , pernah saat menyampaikan kebijakan sebagai khalifah didepan umum, Beliau disanggah oleh seorang wanita tua. Yang dilakukan bukannya ngotot membela diri, tapi dengan kebesaran hati Beliau berkata, “Ibu ini benar, dan Umar salah”.
Meski pengorbanan dan perjuangannya tak ada yang meragukan, beliau tidak merasa pintar sendiri. Misal dalam kisah dengan Hudzaifah diatas, Beliau lebih khawatir dengan keadaan dirinya dan menanyakan namanya daripada mencari tahu daftar nama orang lain. Ada rasa takut dan cemas dihadapan Allah; sudah benarkah keimanannya?.
Orang yang “pintar merasa”, lebih memiliki kecerdasan emosional dari orang yang “merasa pintar”. Bila orang yang “merasa pintar” cenderung menutup diri dari pendapat orang lain, sementara seseorang yang “pintar merasa” lebih berlapang dada. Ia memiliki kepekaan dalam hubungan dengan orang lain dan selalu intropeksi untuk memperbaiki diri. Menyikapi perbedaan, ia akan lebih bijak. Mau memahami perbedaan dan bersabar melihat perspektif dan persepsi orang lain. Ia tahu diri, tidak egois dan lebih bisa bersikap arif. Kalau ada kelebihan orang lain, dengan jujur ia mengakuinya.
Berbagai perbedaan, bagi orang yang “pintar merasa” bukan dijadikan bahan perpecahan, namun akan dijadikan sebagai kesempatan saling memahami, saling mengisi dan saling menghormati. Kalau diskusi yang dilakukan bukan asal ngotot supaya ia menang. Dirinya khawatir kalau-kalau pendapatnya diterima bukan karena kebenaran, melainkan hanya kepandaiannya bersilat lidah saja.
Karena itu kala pendapatnya diterima ia tidak bangga tapi malah istighfar, “Astaghfirullah…”  bila pendapatnya belum diterima ia tidak marah tetapi justru, “Alhamdulillah…” seperti sikap Imam Syafi’I, “Pendapat saya benar tetapi mungkin salah. Pendapat oranglain salah tetapi mungkin benar”. Belai masih menyisakan ruang dalam hatinya untuk menerima pendapat orang lain. Sehingga meski memiliki perbedaan pendapat sekitar enam ribua-an masalah dengan Imam Malik, nereka tetap saling menghormati.
Tindakan bijak dalam menghadapi khilafiyah, Imam Syafi’I telah memberi teladan kepada kita. Beliau berpendapat bahwa qunut subuh adalah sunnah muakkad.  Namun saat Beliau mengunjungi Baghdad, dimana madzhab Abu Hanifah berkembang, Beliau meninggalkannya, hal itu dilakukan demi menghormati  madzhab Abu Hanifah yang tidak mengamalkan qunut subuh.
Saat kita mendatangi shalat ditempat saudara kita yang celana para jamaahnya diatas mata kaki, mungkin menurut kita celana diatas mata kaki tidak wajib. Tapi celana isbal kita itu tentu akan mengganggu hati mereka. Jadi, lipat saja samapi diatas mata kaki, tidak ada susahnya. Bukankah kita diperintahkan untuk saling menghormati saudara seiman?.
Perasaan seperti itulah yang dirasakan Umar dan para sahabat. Hal seperti ini tidak menyombongkan diri dan senantiasa membutuhkan bimbingan Allah SWT.
Lihatlah positif-nya saudara kita, maka kita akan mendapatkan positif-nya. “Subhanallah… Anda  telah mengamalkan banyak sunnah”. Lalu mereka juga akan merespon secara positif dan dengan rendah hati akan menghormati saudaranya. “Masya Allah, saya  baru bisa melaksanakan yang seperti ini. Tapi hati ini masih banyak kekurangan lainnya dan perlu belajar sabar serta jujur dari anda”.
Hanya dengan bersikap arif seperti itulah memungkinkan terjadinya sinergi. Perbedaan bukan untuk saling merendahkan tetapi untuk saling belajar dan melengkapi.
Insya Allah, kalau kita “pintar merasa” akan terhubung jalinan hati. Bila masih ada cela dan kekurangan saudaranya bukannya di ekspos, melainkan ditutupi atau dilengkapi.
“Barang siapa yang menutupi aib seorang Muslim, maka ia akan diitutupi aibnya oleh Allah Ta’ala di dunia dan akherat”. (Riwayat Muslim)
Jadi dari uraian diatas, jelaslah bahwa kita lebih selamat bila tidak “merasa pintar”, tetapi “pintar merasa”.


PESAN RASUL JELANG PUASA

“Amal Yang Paling Utama Adalah Menjaga Diri”
Wahai manusia, sesungguhnya telah datang pada kalian bulan Allah dengan membawa berkah, rahmat, dan maghfirah. Bulan yang paling mulia di sisi Allah. Hari-harinya adalah hari-hari paling utama, jam demi jam, menit dan detik demi detiknya adalah saat yang paling utama. Inilah bulan ketika kamu semua di undang menjadi tamu Allah dan dimuliakan-nya. Di bulan ini setiap hembusan nafasmu menjadi tasbih, tidurmu di bulan ini menjadi ibadah, amalmu di terima dan do’a-do’amu di kabulkan.
Bermohonlah kepada Allah Rabbmu dengan niat yang tulus dan hati yang suci agar Allah membimbingmu untuk melakukan siyam dan membaca kitab-nya. Celakalah orang yang tidak mendapat ampunan Allah di bulan yang agung ini. Kenanglah dengan rasa lapar dan hausmu, kelaparan, dan kehausan, di hari kiamat, bersedakahlah kepada kaum fukara dan masakin. Muliakanlah orang tuamu, sayangilah yang muda, sambunglah tali persaudaraanmu, jaga lidahmu, tahan pandanganmu dari apa yang tidak halal kamu memandangnya, dan pendengaran yang dari apa yang tidak halal kamu mendengarnya.
Kasihanilah anak-anak yatim, niscaya di kasihani manusia  anak-anak yatimmu. Bertobatlah kepada Allah dari dosa-dosamu. Angkatlah tangan-tanganmu untuk berdo’a pada waktu shalatmu karena itulah saat-saat yang paling utama ketika Allah Azza wajalla memandang hamba-nya dengan penuh kasih. Dia menjawab kita mereka menyeru-nya dan mengabulkan mereka ketika mereka berdo’a kepada-nya.
Wahai manusia sesungguhnya dirimu tergadai karena amal-amalmu. Maka, bebaskanlah dengan istighfar. Punggungmu berat menanggung beban (dosamu), maka ringankanlah dengan memperpanjang sujudmu.
Ketahuilah Allah Ta’ala bersumpah dengan segala kebesaran-nya bahwa dia tidak akan mengazab orang yang shalat dan sujud dan tidak akan mengancam mereka dengan mereka pada hari manusia berdiri di hadapan Rabbul Alamin.
Wahai manusia, barang siapa di antara kalian memberi buku puasa kepada seorang mukim yang sedang berpuasa di bulan ini, maka di sisi Allah nilainya sama dengan membebaskan seorang budak dan di ampuni dosanya yang telah lalu.
(Sahabat bertanya : Ya Rasulullah, tidaklah kami semua mampu berbuat demikian. Rasulullah melanjutkan).
Jagalah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan sebiji kurma. Jagalah dirimu dari api neraka walau dengan seteguk air. Wahai manusia membaguskan akhlaknya di bulan ini, ia akan berhasil melewati jembatan siratul mustaqim pada hari ketika kaki-kaki lain tergelincir.
Siapa yang memperbanyak shalat kepadaku di bulan ini, Allah akan memberatkan timbangannya pada hari ketika timbangan meringan. Barang siapa pada bulan ini membaca satu saja ayat Alquran, maka ganjarannya sama dengan menghatam Alqur’an pada bulan yang lain.
Wahai manusia sesungguhnya pintu surga di bukakan, maka mintalah kepada Tuhanmu agar pintu itu tak akan di tutup untukmu. Dan pintu neraka di tutup, maka mohonlah kepada Rabbmu. Agar tidak pernah membukakan untukmu. Setan-setan di belenggu ada di bulan ini dan mintalah agar ia tak pernah menguasainya.
Amirul Mukmin berdiri dan berkata : Ya Rasulullah, apa amal yang paling utama di bulan ini? Nabi menjawab, ya Abal Hasan, amal yang paling utama adalah menjaga diri dari apa yang diharamkan Allah.

PECUNDANG Vs PEMENANG

Mengawali semua ini, saya mengajak anda menyimak kisah seorang anak, yang sering dianggap pecundang oleh lingkungan disekitarnya. Begini caranya.
  • Sejak kecil ia sudah sakit-sakitan. Bahkan ketika SD, pernah 1 bulan ia tidak masuk sekolah karena sakit. Dapat dikatakan, di antara teman-teman dan saudara-saudaranya, dialah anak yang paling sering sakit.
  • Sampai SMA, kondisi fisiknya masih sangat lemah. Hampir setiap bulan, ia selalu tidak masuk sekolah selama beberapa hari, karena alasan sakit. Bayangkan saking lemahnya, sewaktu olahraga dan upacara saja, sering kali ia pingsan. Padahal dia laki-laki dan sudah SMA!
  • Bukan cuma gampang sakit. Ketika kelas 3 SMP, ia adalah anak paling bodoh untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. Ketika kelas 1 SMA, ia adalah satu-satunya anak yang tidak berani tampil di depan kelas. Selain minder. Ia juga kuper. Teramat sangat kuper.
  • Tidak cukup sampai di situ. Keluarganya yang serba pas-pasan itu tinggal dirumah kontrakan di Dumai, sebuah kota kecil di Riau. Selama 10 tahun ibunya bekerja dan setiap hari pulang pergi menumpangi becak. Kemudian keluarganya pindah ke kota lain di Kepulauan Riau dan tinggal di rumah tipe 21. yah terhitung rumah yang sangat kecil untuk sebuah keluarga yang terdiri dari 6 orang.
  • Ketika ia merantau kuliah, ayahnya meninggal. Agar bisa bertahan hidup dan kuliah, ia berjualan makanan setiap harinya, dari pukul 6 sore sampai pukul 12 malam.

Begitu beranjak remaja dan dewasa, barulah ia menyadari kelemahan-kelemahan dirinya. Ia pun berniat, berhasrat dan bertekad untuk berubah, dari pecundang jadi pemenang. Dan berkat pertolongan Yang Maha Kuasa melalui Sepasang Bidadari, ia berhasil mengubah nasibnya. Betul-betul berubah!
  • Bagaimana kesehatannya? Dibanding teman-teman dan saudara-saudaranya, dialah orang yang paling jarang sakit. Andai sakit sekalipun, hamper selalu ia sembuh tanpa harus berobat atau kedokter sama sekali.
  • Bagaimana Bahasa Inggris-nya? Siapa sangka, ia sempat menjadi penerjemah untuk proyek PBB, dosen untuk kelas internasional, dan pengarang lagu untuk lirik Bahasa Inggris.
  • Bagaimana keuangannya? Ia pun memilikii beberapa bisnis.
Sebabagian dari anda mungkin bisa menebak. Yah, dengan segala kerendahan hati saya sampaikan, orang itu adalah saya sendiri Ippho Santosa. Hendaknya, rangkaian kejadian diatas menyadarkan kita semua bahwa menjadi pemenang itu adalah hak siapa saja. Tidak jadi soal apakah dulunya kita lemah, bodoh, minder, kuper, berasal dari keluarga miskin, berasal dari daerah, atau apapun. Karena bagi Yang Maha Kuasa. Tidak mustahil. Apalagi kalau Sepasang Bidadari sudah turut menyertai. Jadi siapakah Sepasang Bidadari itu? Bersabarlah, tidak lama lagi Anda akan mengetahuinya.


DO’A vs LOA

Saya yakin, kebanyakan dari pembaca sudah pernah mendengar tentang Hukum Tarik-Menarik (Law Of Attraction). Isupaya mudah sebut saja LOA. Intinya kurang lebih begini: apa yang anda pikirkan, itulah yang semesta berikan. Boleh juga dibilang, pikiran andalah yang menarik segala sesuatu itu terjadi. Thoughts become things. Tentu saja, itu terjadi karena izin Yang Maha Kuasa. Bukankah Dia itu persis seperti persangkaan hamba-Nya? Nah, LOA itu punya hukum-hukum tersendiri. Dan berikut ini saya hanya akan membeberkan sederet hukum LOA yang tersembunyi selama ini.
  • Tahukah Anda, do’a itu terkait erat dengan LOA? Yap, keduanya saling menguatkan satu sama lain.
  • Tahukah Anda, pada hakikatnya do’a, impian, dan harapan itu kurang-lebih sama saja? Ianya adalah sesuatu yang ingin Anda wujudkan.
  • Tahukah Anda, terdapat satu buhul (ikatan) yang menghubungkan Anda dengan orang-orang di sekitar Anda? Sehingga mau tidak mau, buhul ini mempengaruhi terwujud atau tidaknya impian Anda.
  • Tahukah Anda, begitu impian orang-orang di sekitar Anda selaras dengan impian Anda, berarti impian Anda menjadi lebih ‘bersayap’. Dimana impian Anda akan lebih cepat terwujud. Sangat cepat!
  • Tahukah Anda, pikiran kosong itu gampang kesambet? Jangan salah paham, ini sama sekali bukan soal kerasukan. Maksud saya, pikiran yang kosong mudah dikalahkan oleh pikiran yang berisi. Pikiran yang lemah mudah dikalahkan oleh oleh pikiran yang yakin.
  • Sebagian kita kadang menggerutu, mengapa Yang Maha Kuasa tidak mau mengabulkan do’a dan mewujudkan impian kita. Padahal bukan begitu. Justru kitalah yang tidak mau mematuhi hukum-hukum LOA. Ingatlah do’a itu terkait erat dengan LOA. Terbukti, orang atheis sekalipun dapat mewujudkan impiannya, semata-mata karena ia mematuhi hukum-hukum LOA.
  • Dengarkan saya, gabungkan antara adab do’a dan hukum LOA membuat impian Anda terwujud dalam waktu yang jauh lebih cepat! Jadi, gabungan keduanya, bukan salah satunya. Menurut paham otak kiri, tentu ini sulit untuk diterima, sampailah ia benar-benar mencoba dan membuktikannya.
  • Stephen Covey pernah berwasiat,”Sesuatu yang tidak bisa Anda kendalika, maka lupakan saja.” Menurut saya, ini kurang tepat. Dengarkan saya, yang sesungguhnya, segala sesuatu masih bisa Anda ‘kendalikan’. Dengan apa? Dengan do’a, zikir, dan sejenisnya.


Kesenangan Pribadi Vs Kesenangan Orang Tua

Sejenak, tinggalkan dulu soal do’a dan LOA. Saya punya satu kisah menarik untuk Anda. Siang itu, salah seorang sahabat saya ingin membeli satu unit rumah di perumahan yang saya kembangkan. Ketika kami bertemu, dia bilang, “Pengen sih Pak. Hitung-hitung buat investasi. Tapi, saya juga mengumrahkan Ibu saya. Jadi, rada bingung ngatur duitnya.” Yah, antara kesenangan pribadi dan kesenangan orangtua. Lantas apa jawaban saya? “Kalau Ibu. Kapan lagi bisa menyenangkan hati orangtua?” Dengan kata lain, saya melepaskan calon pembeli. Akhirnya sahabat saya memutuskan tetap mengumrahkan ibunya.
Kemudian, apa yang terjadi? Tidak disangka-sangka, dia malah memenangkan salah satu doorprize, yang memmang disediakan dan memang akan diundi untuk setiap pembeli di perumahan saya. Hm, Anda mau tahu apa doorprize,-nya? Satu unit motor senilai belasan juta! Hampir-hampir setara dengan biaya umrah tersebut! Saya sampai terkagum-kagum sendiri. Dapat rumah dapat motor, mengumrahkan orangtua, berbakti kepada orangtua lagi. Yang awalnya Cuma kepikir dapat salah satu. Eh, ujung-ujungnya malah dapat semuanya.
Begitulah. Yang namanya berbakti kepada orangtua tidak akan pernah berakhir dengan sia-sia. Apakah berhasil membuat Sepasang Bidadari tersenyum, pastilah Yang Maha Membalas serta merta akan mengulurkan tangan-Nya untuk anda. Nah, sekarang mungkin Anda sudah bisa menebak, siapa Sepasang Bidadari itu, Rigth?


Turunnya Bidadari Pertama....

Sidang pembaca sekalian, inilah rahasianya :
  • Tahukah Anda, keridhaan Yang Maha Kuasa itu tidak terlepas dari keridhaan orangtua? Tahukah anda, lingkar penciptaan itu tidak terlepas Lingkar keluarga? Kalaulah dia sudah ridha. Maka menggerakkan LOA, doa, dan impiian adalah perkara yang mudah.
  • Tahukah Anda, berbakti kepada orang tua itu akan menguak langit dan memanggil rezeki? Soal ini. Anda boleh pegang kata-kata saya! Memang itulah sebenarnya!
  • Tahukah Anda, do’a orangtua membuat rezeki Anda betul-betul tercurah? Namun hati-hati, demikian pula sebaliknya.
  • Begitu do’a orangtua Anda selaras dengan do’a Anda, berarti do’a Anda menjadi lebih ‘melangit’. Begitu impian orangtua Anda selaras dengan impian Anda, berarti impian Anda menjadi lebih ‘bersayap’. Yah, melipatgandakan kekuatan do’a dan LOA! Inilah dampak dari keselarasan impian.
  • Karena cukup sulit meminta orangtua untuk mengganti atau mengubah do’a mereka, maka saran praktis dari saya, mintalah mereka untuk menyebutkan impian Anda dalam do’a mereka. Percayalah, ini jauh lebih gampang ketimbang mengganti atau mengubah do’a mereka.
  • Lebih baik lagi, jika Anda awali dengan meminta maaf (ulang) kepada orangtua Anda.
  • Orangtua dan do’anya, inilah Bidadari yang pertama.
Kembali soal keselarasan. Ibarat shalat berjamaah, imam mesti memastikan keselarasan niat seluruh makmum. Dengan begitu, mudah-mudahan shalat tersebut akan 27 derajat lebih powerful. Demikian pula dengan impian, Anda mesti memastikan keselarasan impian Anda dengan impian orangtuadan pasangan Anda. Akan lebih powerful lagi, jika anda berhasil memastikan keselarasan impian Anda dengan impian tim Anda, kerabat Anda dan teman-teman Anda. Makin banyak, makin selaras, makin powerful. Bagaikan sebuah keajaiban!

Dan salah satu alasan mengapa bangsa yang kita cintai ini susah majunya adalah karena masing-masing mempunyai impian yang berbeda-beda. Mulai dari warga negara sampai ke pejabat negara. Ibarat shalat berjemaah, masing-masing mempunyai niat yang berbeda. Lha, mau jadi apa tub shalat? Hei, tolong dijawab, mau jadi apa tub shalat? Saya yakin malaikat pun akan geleng-geleng kepala melihatnya.

Pengakuan dari Teman-Teman

Teman sava, General Manager CRM Telkomsel, Helmi Wahidi, bercerita, "Ibu saya, guru TK. Bapak saya, tukang jahit. Berkat doa dan jerih-payah mereka, Alhamdulillah saya dan saudara-saudara dapat belajar sampai ke perguruan tinggi. Pada 1999, sewaktu berkarier di Telkomsel, saya merintis Serikat Pekerja Telkomsel. Lantaran serikat ini dipandang berseberangan dengan kepentingan perusahaan, karier saya pun sedikit terganjal, selama tujuh tahun. Yah, saya coba bersabar dan berpegang teguh pada salah satu ayat di kitab suci. Begini bunyinya, barangsiapa yang berbuat baik dan beriman, maka ia tidak khawatir atas perlakuan tidak adil terhadap dirinya dan tidak pula khawatir atas pengurangan haknya. Lagi-­lagi, berkat keyakinan kepada Yang Maha Kuasa dan doa orangtua, karier saya kembali meningkat. Setelah dipercaya untuk jabatan ini dan itu, akhirnya pada 2007 saya diangkat menjadi General Manager (CRM) sampai sekarang."

Teman saya, Humas Medco Energi, Bondan Brillianto, bercerita, "Dalam perjalanan hidup saya, saya betul-betul merasakan betapa mustajab doa orangtua. Contohnya saja, ketika saya kuliah dan ujian, orangtua selalu shalat dhuha dan berdoa, sampai ujian saya selesai. Begitu saya telepon, barulah orangtua berhenti berdoa. Alhamdulillah, semuanya jadi lancar. Yang sebaliknya juga terjadi, ketika saga ingin pindah kerja ke perusahaan lain dan orangtua kurang setuju, akhirnya semua berjalan tersendat-sendat. Menarik­nya, begitu saya berniat memberangkatkan kakak saya berhaji dan orangtua ikut mendoakan, eh, saya malah ketiban rezeki, yaitu kesempatan jalan-jalan ke Amerika."

Teman sekaligus senior saya di Jakarta, Budi Utoyo, bercerita, "Saya memulai usaha ketika rumah saya mau disita oleh bank. Hanya bermodalkan keyakinan dan doa orangtua, Alhamdulillah saya bisa berhasil seperti sekarang. Memiliki 15 usaha, dengan aset 2 rumah, 3 ruko, 1 apartemen, 4 mobil, senilai kurang-lebih 11 miliar."

Teman saya di Tanjung Pinang, Herry Putra, bercerita, "Saya dilahirkan dari keluarga guru. Sebagai anak tertua, saya betul-­betul merintis dari nol. Wah, siapa sangka, berkat doa orangtua saya berhasil bikin konsultan pajak, punya percetakan, waralaba makanan, TK Islam, jadi instruktur, dan penulis buku. Betul-betul tidak disangka." Demikianlah, doa orangtua membuat rezeki betul-­betul tercurah. Right?

Kebanggaan Anda
Vs.  Kebanggaan Orangtua
 

"Dia menjadikan engkau dalam perut ibu engkau kejadian demi kejadian
dalam tiga kegelapan (QS. 39: 6)."

Kalau Anda masih ragu-ragu dengan kekuatan Sepasang Bidadari, silakan dengar baik-baik pengalaman Denni Delyandri, Badroni Yuzirman, dan A. Pramono, yang ada di CD bonus. Sepenuh hati mereka mengakui bahwa berbakti kepada orangtua dan doa orang­tua itu laksana sebuah keajaiban, yang pada akhirnya membuka pin­tu rezeki, go national, dan meraih kemenangan demi kemenangan.



Sidang pembaca sekalian, sejenak coba Anda pikirkan:
·         Orangtua selalu membanggakan Anda. Apakah Anda selalu membanggakan mereka?
·         Orangtua selalu mendoakan Anda. Apakah Anda selalu men­doakan mereka?
·         Orangtua selalu berkorban untuk Anda. Apakah Anda selalu berkorban untuk mereka?
·         Orangtua berusaha membahagiakan Anda. Apakah Anda ber­usaha membahagiakan mereka?
·         Orangtua membesarkan serta menafkahi Anda dan saudara-­saudara Anda, tanpa pernah mengeluh. Padahal kehidupan orangtua kadang serba berkekurangan. Tapi, begitu Anda dan saudara-saudara Anda beranjak dewasa, malah mengeluh ketika harus membantu dan menafkahi orangtua. Padahal kehidupan Anda dan saudara-saudara Anda sering serba berkecukupan.

Akhirnya, teman saya, seorang aktivis gereja di Bandung, Domini Budianto, berpesan serius dengan mengutip kitab sucinya, "Hai anak-anak, taatilah orangtua engkau... Supaya engkau berbahagia dan panjang umur di bumi..."

Kebaikan Orangtua Vs. Balasan Kita

Sekarang, coba bayangkan ini:
·         Saat kita berusia 1 tahun, orangtua memandikan dan merawat
kita. Sebagai balasannya, kita malah menangis di tengah malam.
·         Saat kita berusia 2 tahun, orangtua mengajari kita berjalan. Seba‑
gai balasan, kita malah kabur ketika orangtua memanggil kita.
·         Saat kita berusia 3 tahun, orangtua memasakkan makanan ke‑
sukaan kita.
Sebagai balasan, kita malah menumpahkannya.
·         Saat kita berusia 4 tahun, orangtua memberi kita pensil berwarna. Sebagai balasan, kita malah mencoret-coret dinding dengan pensil tersebut.
·         Saat kita berusia 5 tahun, orangtua membelikan kita baju yang bagus-bagus. Sebagai balasan, kita malah mengotorinya dengan bermain-main di lumpur.
·         Saat kita berusia 10 tahun, orangtua membayar mahal-mahal uang sekolah dan uang les kita. Sebagai balasan, kita malah malas-malasan bahkan bolos.
·         Saat kita berusia 11 tahun, orangtua mengantarkan kita ke mana-­mana. Sebagai balasan, kita malah tidak mengucapkan salam ketika keluar rumah.
·         Saat berusia 12 tahun, orangtua mengizinkan kita menonton di bioskop dan acara lain di luar rumah bersama teman-teman kita. Sebagai balasan, kita malah meminta orangtua duduk di barisan lain, terpisah dari kita dan teman-teman kita.
·         Saat kita berusia 13 tahun, orangtua membayar biaya kemah, biaya pramuka, dan biaya liburan kita. Sebagai balasan, kita malah tidak memberinya kabar ketika kita berada di luar rumah.
·         Saat kita berusia 14 tahun, orangtua pulang kerja dan ingin me­meluk kita. Sebagai balasan, kita malah menolak dan mengeluh, "Papa, Mama, aku sudah besar!"
·         Saat kita berusia 17 tahun, orangtua sedang menunggu telepon yang penting, sementara kita malah asyik menelepon teman-­teman kita yang sama sekali tidak penting.
·         Saat kita berusia 18 tahun, orangtua menangis terharu ketika kita lulus SMA. Sebagai balasan, kita malah berpesta semalaman dan baru pulang keesokan harinya.
·         Saat kita berusia 19 tahun, orangtua membayar biaya kuliah kita dan mengantar kita ke kampus pada hari pertama. Sebagai balasan, kita malah meminta mereka berhenti jauh-jauh dari gerbang kampus dan menghardik, "Papa, Mama, aku malu! Aku 'kan sudah gede!"
·         Saat kita berusia 22 tahun, orangtua memeluk kita dengan haru ketika kita diwisuda. Sebagai balasan, kita malah bertanya kepa­danya, "Papa, Mama, mana hadiahnya? Katanya mau membeli­kan aku ini dan itu?"
·         Saat kita berusia 23 tahun, orangtua membelikan kita sebuah barang yang kita idam-idamkan. Sebagai balasan, kita malah mencela, "Duh! Kalau mau beli apa-apa untuk aku, bilang-bilang dong! Aku'kan nggak suka model seperti ini!"
·         Saat kita berusia 29 tahun, orangtua membantu membiayai per­nikahan kita. Sebagai balasan, kita malah pindah ke luar kota, meninggalkan mereka, dan menghubungi mereka hanya dua kali setahun.
·         Saat kita berusia 30 tahun, orangtua memberi tahu kita bagai­mana cara merawat bayi. Sebagai balasan, kita malah berkata, "Papa, Mama, zaman sekarang sudah beda. Nggak perlu lagi cara-cara seperti dulu."
·       Saat kita berusia 40 tahun, orangtua sakit-sakitan dan mem­butuhkan perawatan. Sebagai balasan, kita malah beralasan, "Papa, Mama, aku sudah berkeluarga. Aku punya tanggung jawab terhadap keluargaku."
·       Dan entah kata-kata apalagi yang pernah kita ucapkan kepada orangtua. Bukan mustahil, itu yang menyumbat rezeki dan kebahagiaan kita selama ini.


Turunnya Bidadari Kedua ...
 

Bukan lebah jantan, melainkan lebah betinalah yang membuat sarang
dan mencari makan. Dua ayat dalam Surat An-Nahl atau Surat Lebah
(QS. 16: 68-69) seolah-olah mengisyaratkan ini. Di mana ayat-ayat
tersebut menggunakan kata kerja femina, berkisah tentang lebah
yang membuat sarang dan mencari makan.

Yap, Sepasang Bidadari. Kalau orangtua itu adalah bidadari yang pertama, lantas siapakah bidadari yang kedua? Tidak lain tidak bukan, dia adalah pasangan Anda. Menurut saya, menikah itu ber­korelasi positif dengan rezeki. Dan bukan saya saja yang berpenda­pat begitu. Pengusaha kebab Hendy Setiono juga berpendapat bah­wa menikah itu dapat membuka pintu-pintu rezeki. Kalau Anda masih geleng-geleng kepala meragukan, silakan dengan langsung pengakuannya di CD bonus.