Mengawali semua ini, saya mengajak anda menyimak kisah seorang anak, yang sering dianggap pecundang oleh lingkungan disekitarnya. Begini caranya.
- Sejak kecil ia sudah sakit-sakitan. Bahkan ketika SD, pernah 1 bulan ia tidak masuk sekolah karena sakit. Dapat dikatakan, di antara teman-teman dan saudara-saudaranya, dialah anak yang paling sering sakit.
- Sampai SMA, kondisi fisiknya masih sangat lemah. Hampir setiap bulan, ia selalu tidak masuk sekolah selama beberapa hari, karena alasan sakit. Bayangkan saking lemahnya, sewaktu olahraga dan upacara saja, sering kali ia pingsan. Padahal dia laki-laki dan sudah SMA!
- Bukan cuma gampang sakit. Ketika kelas 3 SMP, ia adalah anak paling bodoh untuk mata pelajaran Bahasa Inggris. Ketika kelas 1 SMA, ia adalah satu-satunya anak yang tidak berani tampil di depan kelas. Selain minder. Ia juga kuper. Teramat sangat kuper.
- Tidak cukup sampai di situ. Keluarganya yang serba pas-pasan itu tinggal dirumah kontrakan di Dumai, sebuah kota kecil di Riau. Selama 10 tahun ibunya bekerja dan setiap hari pulang pergi menumpangi becak. Kemudian keluarganya pindah ke kota lain di Kepulauan Riau dan tinggal di rumah tipe 21. yah terhitung rumah yang sangat kecil untuk sebuah keluarga yang terdiri dari 6 orang.
- Ketika ia merantau kuliah, ayahnya meninggal. Agar bisa bertahan hidup dan kuliah, ia berjualan makanan setiap harinya, dari pukul 6 sore sampai pukul 12 malam.
Begitu beranjak remaja dan dewasa, barulah ia menyadari kelemahan-kelemahan dirinya. Ia pun berniat, berhasrat dan bertekad untuk berubah, dari pecundang jadi pemenang. Dan berkat pertolongan Yang Maha Kuasa melalui Sepasang Bidadari, ia berhasil mengubah nasibnya. Betul-betul berubah!
- Bagaimana kesehatannya? Dibanding teman-teman dan saudara-saudaranya, dialah orang yang paling jarang sakit. Andai sakit sekalipun, hamper selalu ia sembuh tanpa harus berobat atau kedokter sama sekali.
- Bagaimana Bahasa Inggris-nya? Siapa sangka, ia sempat menjadi penerjemah untuk proyek PBB, dosen untuk kelas internasional, dan pengarang lagu untuk lirik Bahasa Inggris.
- Bagaimana keuangannya? Ia pun memilikii beberapa bisnis.
Sebabagian dari anda mungkin bisa menebak. Yah, dengan segala kerendahan hati saya sampaikan, orang itu adalah saya sendiri Ippho Santosa. Hendaknya, rangkaian kejadian diatas menyadarkan kita semua bahwa menjadi pemenang itu adalah hak siapa saja. Tidak jadi soal apakah dulunya kita lemah, bodoh, minder, kuper, berasal dari keluarga miskin, berasal dari daerah, atau apapun. Karena bagi Yang Maha Kuasa. Tidak mustahil. Apalagi kalau Sepasang Bidadari sudah turut menyertai. Jadi siapakah Sepasang Bidadari itu? Bersabarlah, tidak lama lagi Anda akan mengetahuinya.
DO’A vs LOA
Saya yakin, kebanyakan dari pembaca sudah pernah mendengar tentang Hukum Tarik-Menarik (Law Of Attraction). Isupaya mudah sebut saja LOA. Intinya kurang lebih begini: apa yang anda pikirkan, itulah yang semesta berikan. Boleh juga dibilang, pikiran andalah yang menarik segala sesuatu itu terjadi. Thoughts become things. Tentu saja, itu terjadi karena izin Yang Maha Kuasa. Bukankah Dia itu persis seperti persangkaan hamba-Nya? Nah, LOA itu punya hukum-hukum tersendiri. Dan berikut ini saya hanya akan membeberkan sederet hukum LOA yang tersembunyi selama ini.
- Tahukah Anda, do’a itu terkait erat dengan LOA? Yap, keduanya saling menguatkan satu sama lain.
- Tahukah Anda, pada hakikatnya do’a, impian, dan harapan itu kurang-lebih sama saja? Ianya adalah sesuatu yang ingin Anda wujudkan.
- Tahukah Anda, terdapat satu buhul (ikatan) yang menghubungkan Anda dengan orang-orang di sekitar Anda? Sehingga mau tidak mau, buhul ini mempengaruhi terwujud atau tidaknya impian Anda.
- Tahukah Anda, begitu impian orang-orang di sekitar Anda selaras dengan impian Anda, berarti impian Anda menjadi lebih ‘bersayap’. Dimana impian Anda akan lebih cepat terwujud. Sangat cepat!
- Tahukah Anda, pikiran kosong itu gampang kesambet? Jangan salah paham, ini sama sekali bukan soal kerasukan. Maksud saya, pikiran yang kosong mudah dikalahkan oleh pikiran yang berisi. Pikiran yang lemah mudah dikalahkan oleh oleh pikiran yang yakin.
- Sebagian kita kadang menggerutu, mengapa Yang Maha Kuasa tidak mau mengabulkan do’a dan mewujudkan impian kita. Padahal bukan begitu. Justru kitalah yang tidak mau mematuhi hukum-hukum LOA. Ingatlah do’a itu terkait erat dengan LOA. Terbukti, orang atheis sekalipun dapat mewujudkan impiannya, semata-mata karena ia mematuhi hukum-hukum LOA.
- Dengarkan saya, gabungkan antara adab do’a dan hukum LOA membuat impian Anda terwujud dalam waktu yang jauh lebih cepat! Jadi, gabungan keduanya, bukan salah satunya. Menurut paham otak kiri, tentu ini sulit untuk diterima, sampailah ia benar-benar mencoba dan membuktikannya.
- Stephen Covey pernah berwasiat,”Sesuatu yang tidak bisa Anda kendalika, maka lupakan saja.” Menurut saya, ini kurang tepat. Dengarkan saya, yang sesungguhnya, segala sesuatu masih bisa Anda ‘kendalikan’. Dengan apa? Dengan do’a, zikir, dan sejenisnya.
Kesenangan Pribadi Vs Kesenangan Orang Tua
Sejenak, tinggalkan dulu soal do’a dan LOA. Saya punya satu kisah menarik untuk Anda. Siang itu, salah seorang sahabat saya ingin membeli satu unit rumah di perumahan yang saya kembangkan. Ketika kami bertemu, dia bilang, “Pengen sih Pak. Hitung-hitung buat investasi. Tapi, saya juga mengumrahkan Ibu saya. Jadi, rada bingung ngatur duitnya.” Yah, antara kesenangan pribadi dan kesenangan orangtua. Lantas apa jawaban saya? “Kalau Ibu. Kapan lagi bisa menyenangkan hati orangtua?” Dengan kata lain, saya melepaskan calon pembeli. Akhirnya sahabat saya memutuskan tetap mengumrahkan ibunya.
Kemudian, apa yang terjadi? Tidak disangka-sangka, dia malah memenangkan salah satu doorprize, yang memmang disediakan dan memang akan diundi untuk setiap pembeli di perumahan saya. Hm, Anda mau tahu apa doorprize,-nya? Satu unit motor senilai belasan juta! Hampir-hampir setara dengan biaya umrah tersebut! Saya sampai terkagum-kagum sendiri. Dapat rumah dapat motor, mengumrahkan orangtua, berbakti kepada orangtua lagi. Yang awalnya Cuma kepikir dapat salah satu. Eh, ujung-ujungnya malah dapat semuanya.
Begitulah. Yang namanya berbakti kepada orangtua tidak akan pernah berakhir dengan sia-sia. Apakah berhasil membuat Sepasang Bidadari tersenyum, pastilah Yang Maha Membalas serta merta akan mengulurkan tangan-Nya untuk anda. Nah, sekarang mungkin Anda sudah bisa menebak, siapa Sepasang Bidadari itu, Rigth?
Turunnya Bidadari Pertama....
Sidang pembaca sekalian, inilah rahasianya :
- Tahukah Anda, keridhaan Yang Maha Kuasa itu tidak terlepas dari keridhaan orangtua? Tahukah anda, lingkar penciptaan itu tidak terlepas Lingkar keluarga? Kalaulah dia sudah ridha. Maka menggerakkan LOA, doa, dan impiian adalah perkara yang mudah.
- Tahukah Anda, berbakti kepada orang tua itu akan menguak langit dan memanggil rezeki? Soal ini. Anda boleh pegang kata-kata saya! Memang itulah sebenarnya!
- Tahukah Anda, do’a orangtua membuat rezeki Anda betul-betul tercurah? Namun hati-hati, demikian pula sebaliknya.
- Begitu do’a orangtua Anda selaras dengan do’a Anda, berarti do’a Anda menjadi lebih ‘melangit’. Begitu impian orangtua Anda selaras dengan impian Anda, berarti impian Anda menjadi lebih ‘bersayap’. Yah, melipatgandakan kekuatan do’a dan LOA! Inilah dampak dari keselarasan impian.
- Karena cukup sulit meminta orangtua untuk mengganti atau mengubah do’a mereka, maka saran praktis dari saya, mintalah mereka untuk menyebutkan impian Anda dalam do’a mereka. Percayalah, ini jauh lebih gampang ketimbang mengganti atau mengubah do’a mereka.
- Lebih baik lagi, jika Anda awali dengan meminta maaf (ulang) kepada orangtua Anda.
- Orangtua dan do’anya, inilah Bidadari yang pertama.
Kembali soal keselarasan. Ibarat shalat berjamaah, imam mesti memastikan keselarasan niat seluruh makmum. Dengan begitu, mudah-mudahan shalat tersebut akan 27 derajat lebih powerful. Demikian pula dengan impian, Anda mesti memastikan keselarasan impian Anda dengan impian orangtuadan pasangan Anda. Akan lebih powerful lagi, jika anda berhasil memastikan keselarasan impian Anda dengan impian tim Anda, kerabat Anda dan teman-teman Anda. Makin banyak, makin selaras, makin powerful. Bagaikan sebuah keajaiban!
Dan salah satu alasan mengapa bangsa yang kita cintai ini susah majunya adalah karena masing-masing mempunyai impian yang berbeda-beda. Mulai dari warga negara sampai ke pejabat negara. Ibarat shalat berjemaah, masing-masing mempunyai niat yang berbeda. Lha, mau jadi apa tub shalat? Hei, tolong dijawab, mau jadi apa tub shalat? Saya yakin malaikat pun akan geleng-geleng kepala melihatnya.
Pengakuan dari Teman-Teman
Teman sava, General Manager CRM Telkomsel, Helmi Wahidi, bercerita, "Ibu saya, guru TK. Bapak saya, tukang jahit. Berkat doa dan jerih-payah mereka, Alhamdulillah saya dan saudara-saudara dapat belajar sampai ke perguruan tinggi. Pada 1999, sewaktu berkarier di Telkomsel, saya merintis Serikat Pekerja Telkomsel. Lantaran serikat ini dipandang berseberangan dengan kepentingan perusahaan, karier saya pun sedikit terganjal, selama tujuh tahun. Yah, saya coba bersabar dan berpegang teguh pada salah satu ayat di kitab suci. Begini bunyinya, barangsiapa yang berbuat baik dan beriman, maka ia tidak khawatir atas perlakuan tidak adil terhadap dirinya dan tidak pula khawatir atas pengurangan haknya. Lagi-lagi, berkat keyakinan kepada Yang Maha Kuasa dan doa orangtua, karier saya kembali meningkat. Setelah dipercaya untuk jabatan ini dan itu, akhirnya pada 2007 saya diangkat menjadi General Manager (CRM) sampai sekarang."
Teman saya, Humas Medco Energi, Bondan Brillianto, bercerita, "Dalam perjalanan hidup saya, saya betul-betul merasakan betapa mustajab doa orangtua. Contohnya saja, ketika saya kuliah dan ujian, orangtua selalu shalat dhuha dan berdoa, sampai ujian saya selesai. Begitu saya telepon, barulah orangtua berhenti berdoa. Alhamdulillah, semuanya jadi lancar. Yang sebaliknya juga terjadi, ketika saga ingin pindah kerja ke perusahaan lain dan orangtua kurang setuju, akhirnya semua berjalan tersendat-sendat. Menariknya, begitu saya berniat memberangkatkan kakak saya berhaji dan orangtua ikut mendoakan, eh, saya malah ketiban rezeki, yaitu kesempatan jalan-jalan ke Amerika."
Teman sekaligus senior saya di Jakarta, Budi Utoyo, bercerita, "Saya memulai usaha ketika rumah saya mau disita oleh bank. Hanya bermodalkan keyakinan dan doa orangtua, Alhamdulillah saya bisa berhasil seperti sekarang. Memiliki 15 usaha, dengan aset 2 rumah, 3 ruko, 1 apartemen, 4 mobil, senilai kurang-lebih 11 miliar."
Teman saya di Tanjung Pinang, Herry Putra, bercerita, "Saya dilahirkan dari keluarga guru. Sebagai anak tertua, saya betul-betul merintis dari nol. Wah, siapa sangka, berkat doa orangtua saya berhasil bikin konsultan pajak, punya percetakan, waralaba makanan, TK Islam, jadi instruktur, dan penulis buku. Betul-betul tidak disangka." Demikianlah, doa orangtua membuat rezeki betul-betul tercurah. Right?
Kebanggaan Anda
Vs. Kebanggaan Orangtua
"Dia menjadikan engkau dalam perut ibu engkau kejadian demi kejadian
dalam tiga kegelapan (QS. 39: 6)."
Kalau Anda masih ragu-ragu dengan kekuatan Sepasang Bidadari, silakan dengar baik-baik pengalaman Denni Delyandri, Badroni Yuzirman, dan A. Pramono, yang ada di CD bonus. Sepenuh hati mereka mengakui bahwa berbakti kepada orangtua dan doa orangtua itu laksana sebuah keajaiban, yang pada akhirnya membuka pintu rezeki, go national, dan meraih kemenangan demi kemenangan.
Sidang pembaca sekalian, sejenak coba Anda pikirkan:
· Orangtua selalu membanggakan Anda. Apakah Anda selalu membanggakan mereka?
· Orangtua selalu mendoakan Anda. Apakah Anda selalu mendoakan mereka?
· Orangtua selalu berkorban untuk Anda. Apakah Anda selalu berkorban untuk mereka?
· Orangtua berusaha membahagiakan Anda. Apakah Anda berusaha membahagiakan mereka?
· Orangtua membesarkan serta menafkahi Anda dan saudara-saudara Anda, tanpa pernah mengeluh. Padahal kehidupan orangtua kadang serba berkekurangan. Tapi, begitu Anda dan saudara-saudara Anda beranjak dewasa, malah mengeluh ketika harus membantu dan menafkahi orangtua. Padahal kehidupan Anda dan saudara-saudara Anda sering serba berkecukupan.
Akhirnya, teman saya, seorang aktivis gereja di Bandung, Domini Budianto, berpesan serius dengan mengutip kitab sucinya, "Hai anak-anak, taatilah orangtua engkau... Supaya engkau berbahagia dan panjang umur di bumi..."
Kebaikan Orangtua Vs. Balasan Kita
Sekarang, coba bayangkan ini:
· Saat kita berusia 1 tahun, orangtua memandikan dan merawat
kita. Sebagai balasannya, kita malah menangis di tengah malam.
· Saat kita berusia 2 tahun, orangtua mengajari kita berjalan. Seba‑
gai balasan, kita malah kabur ketika orangtua memanggil kita.
· Saat kita berusia 3 tahun, orangtua memasakkan makanan ke‑
sukaan kita. Sebagai balasan, kita malah menumpahkannya.
· Saat kita berusia 4 tahun, orangtua memberi kita pensil berwarna. Sebagai balasan, kita malah mencoret-coret dinding dengan pensil tersebut.
· Saat kita berusia 5 tahun, orangtua membelikan kita baju yang bagus-bagus. Sebagai balasan, kita malah mengotorinya dengan bermain-main di lumpur.
· Saat kita berusia 10 tahun, orangtua membayar mahal-mahal uang sekolah dan uang les kita. Sebagai balasan, kita malah malas-malasan bahkan bolos.
· Saat kita berusia 11 tahun, orangtua mengantarkan kita ke mana-mana. Sebagai balasan, kita malah tidak mengucapkan salam ketika keluar rumah.
· Saat berusia 12 tahun, orangtua mengizinkan kita menonton di bioskop dan acara lain di luar rumah bersama teman-teman kita. Sebagai balasan, kita malah meminta orangtua duduk di barisan lain, terpisah dari kita dan teman-teman kita.
· Saat kita berusia 13 tahun, orangtua membayar biaya kemah, biaya pramuka, dan biaya liburan kita. Sebagai balasan, kita malah tidak memberinya kabar ketika kita berada di luar rumah.
· Saat kita berusia 14 tahun, orangtua pulang kerja dan ingin memeluk kita. Sebagai balasan, kita malah menolak dan mengeluh, "Papa, Mama, aku sudah besar!"
· Saat kita berusia 17 tahun, orangtua sedang menunggu telepon yang penting, sementara kita malah asyik menelepon teman-teman kita yang sama sekali tidak penting.
· Saat kita berusia 18 tahun, orangtua menangis terharu ketika kita lulus SMA. Sebagai balasan, kita malah berpesta semalaman dan baru pulang keesokan harinya.
· Saat kita berusia 19 tahun, orangtua membayar biaya kuliah kita dan mengantar kita ke kampus pada hari pertama. Sebagai balasan, kita malah meminta mereka berhenti jauh-jauh dari gerbang kampus dan menghardik, "Papa, Mama, aku malu! Aku 'kan sudah gede!"
· Saat kita berusia 22 tahun, orangtua memeluk kita dengan haru ketika kita diwisuda. Sebagai balasan, kita malah bertanya kepadanya, "Papa, Mama, mana hadiahnya? Katanya mau membelikan aku ini dan itu?"
· Saat kita berusia 23 tahun, orangtua membelikan kita sebuah barang yang kita idam-idamkan. Sebagai balasan, kita malah mencela, "Duh! Kalau mau beli apa-apa untuk aku, bilang-bilang dong! Aku'kan nggak suka model seperti ini!"
· Saat kita berusia 29 tahun, orangtua membantu membiayai pernikahan kita. Sebagai balasan, kita malah pindah ke luar kota, meninggalkan mereka, dan menghubungi mereka hanya dua kali setahun.
· Saat kita berusia 30 tahun, orangtua memberi tahu kita bagaimana cara merawat bayi. Sebagai balasan, kita malah berkata, "Papa, Mama, zaman sekarang sudah beda. Nggak perlu lagi cara-cara seperti dulu."
· Saat kita berusia 40 tahun, orangtua sakit-sakitan dan membutuhkan perawatan. Sebagai balasan, kita malah beralasan, "Papa, Mama, aku sudah berkeluarga. Aku punya tanggung jawab terhadap keluargaku."
· Dan entah kata-kata apalagi yang pernah kita ucapkan kepada orangtua. Bukan mustahil, itu yang menyumbat rezeki dan kebahagiaan kita selama ini.
Turunnya Bidadari Kedua ...
Bukan lebah jantan, melainkan lebah betinalah yang membuat sarang
dan mencari makan. Dua ayat dalam Surat An-Nahl atau Surat Lebah
(QS. 16: 68-69) seolah-olah mengisyaratkan ini. Di mana ayat-ayat
tersebut menggunakan kata kerja femina, berkisah tentang lebah
yang membuat sarang dan mencari makan.
Yap, Sepasang Bidadari. Kalau orangtua itu adalah bidadari yang pertama, lantas siapakah bidadari yang kedua? Tidak lain tidak bukan, dia adalah pasangan Anda. Menurut saya, menikah itu berkorelasi positif dengan rezeki. Dan bukan saya saja yang berpendapat begitu. Pengusaha kebab Hendy Setiono juga berpendapat bahwa menikah itu dapat membuka pintu-pintu rezeki. Kalau Anda masih geleng-geleng kepala meragukan, silakan dengan langsung pengakuannya di CD bonus.