Jumat, 12 Agustus 2011

Sesungguhnya Allah Tidak Akan Mengubah Suatu Kaum Hingga Mereka Mengubah Diri Mereka Sendiri


SESUNGGUHNYA  dari dalam jiwa akan terjadi perubahan. Barangsiapa yang merasa ridha, maka keridhaan yang akan dia dapatkan. Barangsiapa yang termakan kebencian, maka kebencian akan menggerogoti dirinya. Barangsiapa yang optimis akan mendapatkan kebaikan, maka dia akan mendapatkannya dan barangsiapa yang selalu khawatir akan tertimpa keburukan, maka dia akan menemukannya.
Sesungguhnya kebahagiaan muncul dari dalam jiwa, sebab jiwalah yang membawa perasaan dan emosi yang melihat sisi cerah kehidupan. Begitu juga keburukan berasal dari jiwa, karena yang dilihatnya hanya sisi gelap kehidupan. Rasa cinta manusia juga muncul dari dalam jiwa, karena yang dilihat dari mereka adalah sifat-sifat terhormat, kesetiaan dan kebaikan pun kebencian muncul dari jiwa,  jika dia hanya memperhatikan tipu daya, penghianatan,dan minimnya pemahaman dan keingkaran mereka.
Kegembiraan akan muncul dari jiwa jika dia dihidangi dengan cita dan optimisme, baik sangka, harapan mulia, sabar menunggu jalan keluardari suatu kesulitan, dan menerima takdir dengan ridha. Kesedihan akan muncul pada jiwa jika dipenuhi dengan rasa putus asa, pesimis, perasaan tak berdaya dan gagal, su’uzh-zhan, prasangka bahwa keburukan akan menimpa dirinya dan menunggu-nunggu hal-hal yang jelek.
Barangsiapa mengubah keburukan yang ada dalam dirinya, lalu dia bertaubat dan kembali meratap kepada Allah serta bersiaga, maka akan dibukakan pintu padanya. Firman Allah Subhannahu wa Ta’ala.
ﻭ ﺍ ﻠﺫ ﻴﻥ ﺠﻬﺩ ﻭ ﺍ ﻔﻴﻨﺎ ﻠﻨﻬﺩ ﻴﻨﻬﻡ ﺴﺒﻠﻨﺎ ﴿۶۹﴾ [ﺍ ﻠﻌﻨﮑﺒﻭ ﺕ : ۶۹]          
“Barang orang-orang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami.”
(Al-Ankabut : 69)
Sebaliknya, barangsiapa yang membangkang dan berpaling dari Allah serta menolak hidayah-nya, maka dia akan dipalingkan hatinya dari kebenaran. Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, “Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan muka mereka,” (Ash-shaff : 5).
Barangsiapa yang merasa lebih dekat dengan kesehatan daripada sakit dan laranya, maka rahmat Allah dan perlindungan-nya akan datang menghampirinya. Sebaliknya barangsiapa yang pesimis dan menunggu kejelekan, maka dia akan dihantam bencana.
Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam datang mengunjungi seorang Badui yang sedang sakit panas, lalu beliau berkata kepadanya untuk memberikan harapan, ”Tak apa-apa semoga-semoga Allah mengampuni dosa-dosamu, Insyaallah. Namun orang Badui itu tidak menerima optimisme yang baik ini bahkan sebaliknya dia berkata, “Panas ini telah membakar orang tua yang telah mendekati kubur. “mendengar perkataanya, Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “kalau begitu, itulah adanya.[1]  Demikianlah,  jika ia menginginkan bencana yang menimpa dirinya tetap ada, maka itulah yang akan didapatkannya.
Ada dua orang penayair yang dipenjarakan. Seorang optimis dan seorang lagi sangat pesimis. Keduanya lalu melihat keluar jendela penjara. Yang optimis melihat sekilas pada bintang gemintang dan diapun merekahkan senyumnya. Sedangkan yang pesimis, dia melihat jalan sempit, kemudian diapun menangis sambil melantunkan syair ;
“Yang berakal merasa sengsara dalam kenikamatan karena kenikmatannya
Sementara si bodoh, dalam kemeranaan dia merasa nikmat.”
Beberapa orang badui menginfakkan hartanya di zaman Nabi Sallallahu Alaihi wa Sallam untuk tujuan jihad. Sebagian dari antara mereka menjadikannya sebagai usaha mendekatkan diri kepada Allah, sebagian lainnya menjadikannya sebagai suatu kerugian. Yang pertama mendapat pahala perbuatannya, sedangkan yang kedua mendapat siksa, padahal dirham yang mereka keluarkan sama, namun nilainya kemudian berubah hanya karena niat yang bersarang dalam jiwa mereka.
Di antara pribahasa yang paling indah yang dikatakan mengenai hal ini  : Hidupmu adalah sesuai dengan apa yang kau pikirkan. Tidaklah kehidupan itu kecuali merupakan persepsimu terhadap sesuatu ; cinta atau benci.
Dalam sebuah syair dikatakan,
            ﻭ ﻋﻴﻥ ﺍ ﻠﺭ ﻀﺎ ﻋﻥ ﮐﻝ ﻋﻴﺏ ﮐﻠﻴﻠﺔ
ﮐﻤﺎ ﺃ ﻥ ﻋﻴﻥ ﺍ ﻠﻤﺴﺎ ﻭ ﻴﺎ       
“Mata yang di liputi cinta tak lagi mampu melihat aib
Sebagaimana mata kebencian hanya akan melihat kejelekan.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena mengetahui keimanan yang ada dalam hati para sahabat Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam, dia turunkan ketenangan dalam jiwa mereka. Disisi lain karena Allah mengetahui apa yang ada dalam jiwa orang-orang munafik, maka Allah tambah bagi dosa atas dosa mereka yang lain.
Sesungguhnya seorang yang sesat dia tidak akan pernah mendapatkan hidayah hingga dia melangkah dengan satu langkah dari dirinya, dan menerima secara terbuka hidayah tersebut dan mau melihat cahayanya dalam hadits qudsi disebutkan, “Barangsiapa yang berjalan mendekati-ku, maka aku akan datang padanya dengan berlari.[2] dan seseorang tidak akan pernah tersesat hingga dia mulai berniat melakukan penyimpangan. Dan memiliki maksud yang tidak baik. Allah Subhanahu wa Ta’ala, berfirman.
ﻭ ﻠﻭ ﻋﻠﻡ ﺍ ﷲ ﻔﻴﻬﻡ ﺨﻴﺭ ﺍ ﻷ ﺴﻤﻌﻬﻡ ﴿۲۳﴾ [ﺍﻷﻨﻔﺎ ﻝ : ۲۳] 
“Kalau sekiranya allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar.” (Al-Anfal : 23)
Sesungguhnya pemilik nikmat akan senantiasa menikmatinya sepanjang dia tidak mengubah sikap pada nikmat itu dengan kekafiran dan mengubahnya dengan keingkaran. Firman-nya, “Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amal-amalan mereka seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang mereka telah usahakan (didunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (Ibrahim : 18). Demikian juga dengan bencana, maka dia akan senantiasa berada bersama dengan orang itu, hingga dia bertaubat dari keingkarannya dan menarik diri dari kekurang ajarannya, sebagaimana firman Allah, “Lalu mereka beriman, karena itu kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.” (Ash-Shaaffaat : 148).
Inilah sunnah yang akan senantiasa berjalan. Dan sekali-kali tidak akan di dapatkan perubahan dalam sunnah Allah. Seorang pemangku kekuasaan yang berkuasa dengan benar dan adil, maka dia akan senantiasa memiliki harga diri, dan Allah menguatkan kekuasaannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan kami kuatkan kerajaannya,” (Shaad : 20). Jika pemangku kekuasaan melupakan Allah, berlaku zhalim pada hamba-nya, dan berlaku tidak adil dalam kekuasaannya, maka dia akan hancur dan akan goyang sendi-sendi kekuasaannya. Firman-nya, “Maka itulah rumah-rumah mereka dalam keadaan runtuh disebabkan kezhaliman mereka.” (An-Naml : 52).
Demikianlah, tidak akan ada perubahan apapun dalam diri kita, hingga kita sendiri mengubahnya dari dalam diri kita sendiri.[*}.


[1] HR. Al-Bukhari : 3661, 5656, 5662.
[2] Sebagaimana disebutkan dalam hadits Qudsi yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari pada Hadits no.7405, 7536 dan Muslim 2675.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar